“Laki-laki, perempuan, perempuan, laki-laki!” Jawabku dengan bangga ketika suatu ketika ditanya teman lama atau saudara yang lama tak jumpa mengenai berapa banyak anakku.
“Wah, senangnya! Sudah dapat 2 pasang, ya!” begitu komentar lanjutannya. Dua pasang? Emang burung merpati? Jawabku dalam hati saja.
“Iya. Alhamdulillah, masih diberi kepercayaan sama tuhan untuk menambah anak satu lagi.” Jawabku menunjukan rasa syukur yang mendalam.
Kami bukan warganegara yang terlalu patuh dengan anjuran pemerintah dengan motto Dua Anak Cukup. Maafkan kami pak presiden, kami termasuk penyumbang kepadatan penduduk di negeri ini. Tapi semua itu bukan kami yang merencanakan. Tuhan yang mempunyai rencana dan berkehendak maka terjadilah pada keluarga kami. Tugas kami adalah melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya.
Teringat 19 tahun yang lalu. Ketika anak pertama kami terlahir, laki-laki, alangkah kami sangat bahagia mendapat kepercayaan itu. Tetapi alangkah indahnya rencana Tuhan pula bahwa pada saat itu ternyata kami berdua belum siap untuk mengemban amanah itu dengan baik. Kondisi ekonomi negara sedang terpuruk. Aku di PHK dari perusahaan di mana aku bekerja. Terpuruklah kondisi ekonomi keluargaku. Aku harus menghidupi keluarga baruku dengan susah payah berjualan kelilingan dengan keuntungan tak seberapa. Besar pasak daripada tiyang, itulah yang terjadi. Penyangga ekonomi keluarga hampir roboh. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi merantau ke negeri tetangga, Malaysia, untuk mencari Ringgit karena Rupiah tidak bisa diandalkan lagi di tahun 1998. Namun apa daya, kesehatanku tidak mengijinkanku pergi meninggalkan keluarga dengan hasil check Medikal dan aku terkena flek paru-paru. Saat itu si kecil jagoanku sedang belajar menunjukan beberapa kebolehan seperti berjalan dan mengucap kata-kata lucunya di usia 14 bulan. Sungguh sangat menggemaskan.
Dan rencana gila pun muncul dari istriku. Dia meminta ijinku untuk meninggalkan aku yang sedang terpuruk secara ekonomi dan meninggalkan si jagoan kecilku yang menggemaskan itu. Semua seperti mimpi. Semua seperti terhipnotis dengan rencana itu. Tak ada maksud buruk sedikitpun dari rencana itu. Semua demi keselamatan keluarga termasuk demi masa depan si kecil jagoanku. Saat itu, di tahun penuh krisis di segala bidang, tidaklah mudah bagiku untuk mencari pekerjaan setelah masa PHK. Singkat cerita, pergilah sang ibu dengan meninggalkan si jagoan kecilku yang baru 14 bulan ke negeri sebrang di Taiwan. Menjadi Pembantu rumah tangga di negeri Taiwan selama hampir 2 tahun bukan waktu yang singkat. Dia rela meninggalkan kelucuan si jagoan kecil yang sedang menggemaskan dan melewati masa-masa pertumbuhan si kecil selama kurun waktu itu. Sungguh menyesakkan dada.
Kini di usia kami yang sudah di atas 40 kami diberikan kepercayaan lagi untuk dapat merasakan merawat dan mendidik anak laki-laki kedua dengan jaman yang sudah berbeda dan kondisi ekonomi yang lebih baik. Aku sudah menjadi guru dan istriku, yang mantan TKW di Taiwan, sekarang menjadi seorang PNS. Kami tidak lagi mengeluhkan bahwa rencana tuhan waktu itu buruk. Ternyata rencana Tuhan waktu itu benar-benar indah seperti kalimatku sebelumnya. From Home with Love #2
0 comments: