Jumat, 25 November 2022

NEWS ITEM TEXT

 

Text 1

Jokowi declares fight against disseminators of fake news

 

President Joko “Jokowi” Widodo knows very well the power of social media. In fact, many have credited his success in the 2014 presidential election to his ability to use multiple social media platforms to mobilize his supporters.

But the 2014 presidential election also taught Jokowi about the new menace to society, fake news. As voting day neared in early 2014, fake news began to circulate to hurt his credibility, including articles accusing him of having ties to the now-defunct Indonesian Communist Party (PKI) or another piece that alleged he was of Chinese descent.

Things went downhill after the election, with the massive proliferation of fake news and hoaxes through many social media platforms and a number of messaging services such as WhatsApp.

After huffing and puffing over the past few months, Jokowi finally declared war on fake news and hoaxes on Thursday.

He convened a Cabinet meeting with relevant ministers to discuss measures that could be taken to combat fake news and disinformation.

Citing data that said there were 132 million internet users in the country, about 52 percent of the total population, Jokowi urged that people should be aware that information technology can also make negative impacts on society.

Jokowi said of the total number, 129 million were active social media users and each person spent threeand-a-half hours a day on the internet through their mobile phones, which helped the proliferation of fake news.

This article was published in thejakartapost.com with the title "Jokowi declares fight against disseminators of fake news". Click to read: https://www.thejakartapost.com/news/2016/12/30/jokowi-declares-fight-against-disseminators-of-fake-news.html


Text 2:

MRT Jakarta now runs until midnight

 

MRT Jakarta announced on Tuesday that they would extend the operational hours by one hour from 11 p.m. to 12 a.m. effective immediately. Operational hours start at 5 a.m. on weekdays and at 6 a.m. on weekends.

In a press release, city-owned transportation company PT MRT Jakarta said the extension was part of the Jakarta Transportation Agency’s instruction in response to the lowest level of public activity restrictions (PPKM) measures set by the government until Nov. 21.

“While in the station and on the train, commuters must still follow the prevailing COVID-19 protocols, including wearing the appropriate face coverings and maintaining distance from other passengers,” the company said.

Train scheduling remains the same with 10 minutes between trains except during rush hour from 7 a.m. to 9 a.m. and from 5 p.m. to 7 p.m. on weekdays where there is only a 5-minute wait time between trains.

But, MRT Jakarta emphasized that the operating hours dictated when the last train was set to arrive at the last station, not when the last train departed. As of now, the last train from the Hotel Indonesia (HI) traffic circle station departs at 11:31 p.m. and from Lebak Bulus station at 11:12 p.m.

In October of this year, MRT Jakarta recorded average passenger numbers of nearly 72,200 per day. While this is still lower than the 90,000 daily average reached before the pandemic, the number eclipses that of its own target of 40,000.

Currently, the company is still in the middle of construction for the MRT Phase 2A project, which will extend the current line northward from the existing HI traffic circle station all the way to Kota Tua in North Jakarta.

This article was published in thejakartapost.com with the title "MRT Jakarta now runs until midnight". Click to read: https://www.thejakartapost.com/indonesia/2022/11/16/mrt-jakarta-now-runs-until-midnight.html.





Minggu, 16 Oktober 2022

Unique Creatures!


Cleaning your house while your kids are still growing is like shoveling the sidewalk before it stops snowing_Phyllis Diller

Bagi orang tua, anak-anak adalah mahluk unik yang pernah ada dalam hidupnya. Saat sebuah pasangan muda dan belum memiliki anak, kehadiran seorang bayi mungil sangat dinantikan sebagai pelengkap ikatan pernikahan dan juga harapan orang tua sebagai penerus kehidupannya. Maka kehadiran seorang anak sungguh sangat dinantikan.

Begitu si anak lahir, kebahagiann sebuah keluarga lengkaplah sudah. Apa pun akan diusahakan demi memenuhi kebutuhan anak. Orang tua rela membanting tulang demi untuk membesarkan si kecil hingga menjadi manusia dewasa dan berguna.

Banyak peristiwa yang terjadi pada setiap masa pertumbuhan anak-anak. Orang tua banyak tersita waktu, tenaga, dan pikiran untuk mahluk unik ini. Kehadirannya, sangat mewarnai sebuah keluarga. Jika mungkin, anak tidak boleh kelaparan, tidak boleh sakit, tidak boleh bodoh, tidak boleh menderita, dan masih banyak lagi.

Ketika anak sudah mulai berpolah, orang tua sering kewalahan. Rumah menjadi berantakan, anak lebih suka bermain, dan mulai banyak permintaan. Anak maunya yang praktis dan enak. Anak lebih suka ngambek jika dinasihati. Anak suka berisik dan masih banyak lagi yang membuat orang tua gemas. Kemarahan orang tua pun sering tak terhindarkan hingga terkadang keluarlah kata-kata yang tidak pantas untuk anak.

Tetapi begitulah anak-anak. Mereka bagaikan goresan cat air yang mampu mewarnai kanvas putih sebuah keluarga. Ketika melihat goresan warna cat air dari dekat, maka gambar seperti tidak jelas bentuknya, tatapi ketika dilihat dari kejauhan, maka keindahan lukisan cat air akan lebih memiliki seni keindahan tersendiri. Ketika anak-anak berada di rumah dengan berbagai perilaku dan problematikanya, serasa beban orang tua begitu berat namun begitu mereka sudah satu persatu menjauh maka terasa betapa indahnya sewaktu masih berkumpul bersama anak-anak. Yang ada hanyalah kesepian yang menyelimuti hari-hari orang tua di masa tuanya. 

Start talking!

Speak to your children as if they are the wisest, kindest, most beautiful and magical humans on earth, for what they believe is what they will become.” _ Brooke Hampton

 


Mungkin anda pernah menjumpai pembicaraan seperti ini. “Anak saya tuh yang pertama persis seperti bapaknya, diem, ga banyak bicara. Kalau ditanya saja baru njawab. Tapi dia tuh pinter kaya aku, ibunya.” Mungkin ini adalah salah satu contoh random talk yang pernah kita jumpai pada setiap pertemuan antar ibu-ibu.

Ada pendapat bahwa anak tidak pandai berkomunikasi karena memang sudah wataknya, keturunan bapaknya, atau sudah bawaan sejak lahir. Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa keterampilan berkomunikasi itu bisa dilatih.

Bahkan ada mitos yang sering saya dengar bahwa sering-seringlah mengajak berbicara si kecil semasa masih di kandungan ibunya agar ketika lahir nanti si bayi bisa langsung berbicara, tentunya bukan, agar si anak besar nanti memiliki ketermapilan komunikasi yang baik. Tidak perlu diperdebatkan bahwa mitos ini bisa dibuktikan atau tidak. Tentunya ini adalah upaya besar dari orang tua untuk dapat memiliki anak yang bisa berkomunikasi dengan baik.

Ironisnya, orang tua selalu berjuang keras untuk melatih anaknya berbicara sejak mereka masih bayi. Tetapi jangan heran kalau anak menjadi besar dan sudah lancar berbicara, orang tua sering tidak mengajaknya berbicara. Banyak anak remaja menjelang dewasa yang bilang, “ Saya ngga punya teman ngobrol di rumah. Ayah ibu sibuk.”

Nah, kalau sudah begini, jangan salahkan si anak kalau anak kita itu pendiam, tidak punya inisiatif untuk berbicara, tidak percaya diri untuk memberikan pendapat dan semacamnya. Sepertinya ada yang salah sama kita para orang tua. Di saat anak tumbuh dewasa dan membutuhkan banyak perhatian dalam bentuk obrolan, kita orang tua lupa akan tugas kitauntuk sedikitnya mengajak mereka berbicara.

Baiklah, lets bygone be bygone. Kita tidak perlu meratapi yang sudah terjadi. Sekarang sering-seringlah mengajak bicara anak dengan tema apapun. Ada yang bilang, canggung mengajak bicara sama anak-anak. Atau ada yang kita saja yang ingin didengarkan tanpa mau mendengarkan mereka berbicara. Woi! Mereka anak anak kita lho. Siapa lagi kalau bukan kita yang peduli? Marilah kita perbaiki. 

Let them choose!


 

“The greatest gifts you can give your children are the roots of responsibility and the wings of independence.”   — Denis Waitley, motivational speaker

 

Mungkin anda pernah mendengar kisah nyata ini. Seorang anak dengan bangganya menyelesaikan pendidikan kedokteran dan menyerahkan ijazah kebanggaan orang tuanya sambil berkata, “Pak, sebagai seorang anak, saya sudah selesai menunaikan tugasnya, menyelesaikan pendidikan kedokteran. Ini ijazah yang engkau inginkan. Tapi maaf, saya akan meneruskan bisnis saya,”

Bagaimana menurut anda dengan kisah ini? Ini merupakan perolehan luar biasa dari the power of parent’s ego. Hasil dari keangkuhan orang tua yang tidak memberikan kesempatan anaknya untuk memilih apapun dalam hidupnya.

Dalam perkembangannya, anak-anak perlu dibawa pada suasana merdeka berpendapat dan belajar memutuskan sedini mungkin terhadap pilihan-pilihan dalam kehidupannya sesuai usia dan kapasitasnya. Dengan begitu, mereka merasa diberikan kepercayaan dan tentunya akan  mempertanggungjawabkan hasil atas pilihannya.

Tugas orang tua memberikan arahan dan pandangan sesuai kemampuan dan pengalamannya. Yang terpenting adalah menahan egonya dalam urusan pilihan anaknya karena merekalah yang akan menjalaninya.

Sejak dini anak harus dibiasakan untuk menentukan pilihan. Walaupun pilihan anak itu terlihat aneh atau tidak sesuai dengan pilihan kita, biarkan mereka mencoba membuat keputusan atas pilihannya.

Ketika masih balita, mereka akan lebih suka untuk memilih mainan yang diinginkan. Orang tua harus berusaha untuk menahan egonya untuk menentukan mainan terbaik buat anak. Bagus atau mahal belum tentu disukai anak-anak. Sebagai ayah, saya membiarkan anak memilih sesuai seleranya dan dengan standar harga sesuai budget tentunya.

Setelah anak-anak menginjak remaja atau dewasa, kami selalu berdiskusi untuk pemilihan sekolah atau jurusan di universitas. Anak-anak dibiarkan untuk berpendapat atas pilihannya, hingga pada akhirnya jatuhlah sebuah keputusan. Ada kalanya anak merasa bimbang akan beberapa pilihan. Biasanya kami memberi waktu untuk berfikir dan jika mereka membutuhkan, kami memberikan masukan-masukan yang mungkin dapat membantu memantapkan pilihannya. 

Share it, not show it!

 You can’t live a perfect day without doing something for someone who will never be able to repay you.

~John Wooden


 Ketika anak sudah memasuki usia remaja, atau menjelang dewasa, pertemanan menjadi hal yang penting bahkan krusial. Tidak semua anak pandai cari teman. Untuk bisa menjadi seorang teman baik tidaklah cukup hanya pandai berbicara dan punya materi, tetapi teman yang bisa saling mengerti, saling mengisi dan saling membantu.

Keadaan inilah yang sering menjadi masalah bagi beberapa anak untuk menjalin pertemanan di usia remaja. Kalau anak kita tidak pandai bergaul dia setidaknya memiliki sesuatu yang memungkinkan bisa menjadi modal dalam pertemanan. Dan ketika modal itu sudah dimiliki, si anak harus tahu cara menggunakannya.

Teman baik biasanya akan mengukur temannya dengan apa yang bisa mereka berikan. Sebagai ayah, setidaknya aku pernah berpesan seperti ini, ‘Nak, jika kamu punya sedikit kemampuan, jangan pamerkan di hadapan mereka, tetapi ajarkan yang sedikit itu pada temanmu. Dan kamu akan lebih berarti buat mereka.’

Dan saya berpikir bahwa menjalin pertemanan sebanyak-banyaknya di usia remaja itu perlu, tetapi kualitas teman dan pertemanannya itu lah yang lebih penting. Wdyt? 

Just Listen!

 

“Don't think or judge, just listen.”
― Sarah Dessen

 


Ketika dicurhatin sama anak-anak di rumah, apa yang biasanya saya lakukan? Kalau tidak terpancing emosi anak, kita akan sok tahu akan perasaan anak. Atau kita jadi gemes sama anak kita dan endingnya adalah menasehati, memberi solusi, dan yang paling parah adalah ‘memarahi’.

Di sinilah kadang kita gagal menjadi teman curhat anak dan alhasil, anak bingung mau sharing sama siapa, atau lebih memilih diam dan memendam permasalahan. Jadi ketika menjumpai anak diam dan tidak mau diajak bicara sama orang tua, maka kita mesti tanya pada diri sendiri, ‘Apakah kita belum bisa menjadi teman curhat yang baik bagi anak kita?’

Kadang orang tua merasa lebih tahu akan segala urusan termasuk urusan anak-anak karena merasa pernah mengalami jadi anak. Atau kadang orang tua merasa lebih memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi banyak permasalahan hidup. Disinilah kita biasanya menjadi orang paling pintar dan gampang menilai dan menghakimi. Kematangan anak dalam menghadapi masalah tentu tidak sama dengan orang dewasa. Kita lupa bahwa permasalahan anak-anak jaman sekarang seolah sama dengan permasalahan jaman kita dulu. Padahal beda jaman akan beda problemnya.

Nah, karena begitu gemasnya terhadap curhatan si anak, tanpa diminta, kita akan mengeluarkan pendapat, solusi, penilaian, dan nasihat. Yang saat itu, mungkin anak belum membutuhkannya. Yang dia butuhkan saat itu hanyalah didengarkan, bukan dinasihati.

Kita perlu menahan diri sejenak, hingga anak sudah siap untuk diberikan masukan. Memang maksud kita baik, ingin menenangkan anak, tetapi kadang yang terjadi sebaliknya. Anak merasa disalahkan atau muncul masalah baru dengan solusi yang diberikan. Lalu apa sikap kita biar anak bisa tenang? Kita cukup dengarkan, lalu bisa kasih pelukan atau sentuhan kasih sayang padanya. Setelah isi dadanya sudah tertumpahkan semua, biasanya anak akan merasa lega. Kita bisa meminta ijin sama anak dengan bertanya, ‘Apakah ayah atau ibu bisa kasih pendapat?’ Kalau anak sudah Ok, baru kita masuk untuk memberi pemikiran kita. Wah, rumit ya jadi ortu!

Children's Imagination

 “The imagination is the golden pathway to everywhere.”

- Terence McKenna

 

Dunia imajinasi anak memang tanpa batas. Apa saja yang dilihatnya akan menjadikan inspirasinya. Kalau bisa dia menjadi seperti idolanya. Normalnya, anak-anak akan berperilaku seperti apapun yang dilihatnya. Children see children do.

Sebagian orang tua akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Bahkan tidak sedikit orang tua yang mengikuti trend anaknya yang sedang bertumbuh itu. Mereka rela untuk mengeluarkan kocek cukup banyak untuk keperluan ini. Kalau bukan mereka ingin membuat anaknya bertumbuh kembang sesuai usianya, bisa jadi karena di masa kecilnya dulu, keinginan mereka tidak terpenuhi, dan akan memenuhinya ketika memiliki anaknya sendiri. Namun ada juga yang khawatir terhadap anaknya yang setiap harinya hanya berimajinasi dan sulit untuk mulai belajar.

Orang tua tidak perlu khawatir dengan imajinasi anak-anak yang kadang tampak berlebihan. Seperti dikutip dari sebuah blog discoverybuildingset.com  bahwa imagination is the capability to create in one's own mind what does not exist. The imagination comes first and is necessary for creativity but not the other way around. Menurutnya, Sumber kreatifitas anak berasal dari imajinasinya.

Sebagai seorang ayah, saya tidak mengkhawatirkan si kecil untuk berekpresi dalam imajinasinya selama itu tidak membahayakan dirinya dan mugkin juga temannya.

Dan saya tidak perlu buru-buru mengajarkan dia pada hal-hal rumit seperti belajar calistung di usianya yang masih lima tahun. Biarkan dia enjoy dengan main perang-perangan, atau melakukan role play apapun. Karena hal ini lah yang menurut saya yang akan membuatnya menjadi anak kreatif.

Saya membiarkan anak-anak bermain secara total. Anak-anak perlu menghabiskan masa kanak-kanaknya dengan tuntas. Saya tidak mau terlalu dini mengajarkan hal-hal yang rumit seperti hitungan, hafalan, maupun kemampuan-kemampuan lain terlalu dini. Karena saya meyakini, ketika dia sudah puas dengan masa kanak-kanaknya dan sesuai porsinya, maka ketika memasuki usia dewasa, dia akan mendapatkan yang dia butuhkan. Termasuk menentukan cita-citanya sendiri.

Be Wise!



 Setiap orang tua pasti pernah mengalami berbagai peristiwa manakala mereka masih anak-anak. Masa anak-anak dari setiap orang tua tentunya sangat beragam; dari masa kecil yang bahagia, serba kecukupan dan mendapatkan pendidikan yang baik atau sewajarnya. Namun ada beberapa orang tua yang mengalami masa kecil pahit dan bahkan mungkin menyakitkan dari treatment orang tua mereka.

Hal tersebut dimungkinkan juga tergantung pada background orang tua masing-masing. Ada yang secara ekonomi mapan dan memiliki berpendidikan baik. Ada pula orang tua yang memiliki kondisi ekonomi dan latar belakang pendidikan rendah.

Lalu apakah background tersebut berpengaruh terhadap cara mendidik mereka terhadap pendidikan anak-anaknya?

Sekurang-kurangnya ada dua tipe orang tua yang menidik anaknya berdasarkan pengalaman masa kecilnya: tipe pertama yaitu bagi mereka yang mendapatkan pendidikan keras dari orang tua, mereka pun akan menerapkan pendidikan yang sama terhadap anak-anaknya di jaman sekarang. Padahal orang tua tersebut saat ini berbeda dengan orang tuanya dulu. Sekarang orang tua tersebut bisa dikatakan lebih mapan secara ekonomi dan berpendidikan lumayan.

Namun sebaliknya, beberapa orang tua menerapkan pendidikan pada anak-anaknya di jaman sekarang dengan pola berbeda dengan apa yang mereka dapatkan di masa lalu. Berpedoman dari perihnya masa lalu, mereka berkomitmen untuk memberikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang sudah dialaminya di masa lalu. Merke ingin agar pengalaman pahit tersebut tidak terjadi lagi pada anak-anaknya.  Tipe orang tua seperti ini akan menganggap pengalaman buruk di masa lalu sebagai sarana pembelajaran untuk menjadi orang tua yang baik buat anak-anaknya. Mereka mampu memilih pola pendidikan yan yang bisa diterima oleh generasi anak sesuai jamannya.

Baik buruknya pengalaman orang tua di masa lalu akan lebih bijak jika dijadikan sebagai sarana pembelajaran dan pengambilan keputusan bagi para pribadi orang tua dalam mendidik anak-anaknya di jaman yang sudah berbeda dengan masa lalunya ini. 

Too Much Worry

 “We worry about what a child will become tomorrow, yet we forget that he is someone today.”   — Stacia Tauscher, dancer and artist

Sebagai orang tua, pasti kita sering merasa cemas terhadap masa depan anak-anak kita. Perasaan khawatir mungkin akan terjadi pada siapapun dan itu adalah hal yang sangat wajar. Orang tua menjadi over thinking ketika melihat ada gejala yang tidak wajar yang terjadi pada anak-anak kita

Kebanyakan orang tua mengharapkan hal-hal psoitif pada anak-anaknya seperti memiliki prestasi akademik yang baik di sekolah, memiliki kreativitas tinggi, banyak ide, dan tentunya memiliki karakter yang baik. Namun ada kalanya hal itu terjadi sebaliknya. Sudah pasti orang tua akan berpikir untuk dapat menyelamatkan anak-anaknya dengan melakukan banyak hal.

Orang tua boleh cemas atau khawatir asal tidak berlebihan. Setiap anak memiliki bakat dan kemampuan masing-masing. Kadang mereka tak tampak memiliki kelebihan apa pun di mata orang tua. Jangan-jangan justru kita lah yang telah mematikan kemampuan mereka.

Mungkin secara tidak sadar kita sering berucap: ‘Ah, kamu nyapu lantai saja ga bisa!’ ‘Ah kamu males banget sih jadi anak!’ ‘Masa, cuma ngerjain soal gampang seperti ini saja ga bisa?’ ‘Kamu sih bisanya apa?’ Kalau ungkapan-ungkapan ini yang pernah kita berikan ke anak-anak, ya itulah yang ada di pikiran anak-anak kita. Secara tidak langsung, kita sudah menanamkan kata ‘TIDAK MAMPU’ di otak mereka. Dan itu toxic yang akan berkembang.

Ketika kita hanya mengenali apa yang kita inginkan buat anak kita, semakin banyak hal yang tidak kita kenali dari mereka. Yang akan tercipta justru mereka jadi less creative dan malas untuk berjuang. Salah satu penyebabnya yaitu karena mereka sudah tahu akan jwabannya dari setiap usaha mereka; dicaci, disalahkan, dan dimarahi. Kasihan kan?

Jadi sesungguhnya, beberapa fakta kekhawatiran kita tentang masa depan mereka, mungkin malah kita sendiri yang menciptakannya. Kita yang salah menanam benih ke ladang otak anak kita. Coba kita sama-sama buka catatan lama kita!

A Short Quality Time


“The best inheritance a parent can give his children is a few minutes of his time each day.” – Orlando Aloysius Battista


Tidak jaminan bagi orang tua yang punya banyak waktu luang di rumah akan memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. Memang semestinya dengan durasi waktu cukup akan memberikan banyak kesempatan untuk dapat memberikan perhatian lebih pada mereka. Namun jika waktu tidak dikelola dengan baik, dan tidak tahu poin-poin penting yang seharusnya diberikan, yang ada hanyalah kelelahan dengan dalih; sudah melakukan banyak hal termasuk pekerjaan rumah, ngurus anak, dan ini itu. Padahal yang dilakukan tidak lebih dari nyuekin anak sambil main HP, marah-marah tanpa sebab, ngomel-ngomel sambil mengeluh capek.

Bagi ortu yang super sibuk, apalagi yang ayah ibu sama-sama pekerja, tidak perlu panik karena tidak punya banyak waktu untuk mereka. Mereka tidak menuntut durasi waktu panjang untuk diperhatikan. Sebentar saja bermain bareng, sepuluh menit saja mengajak anak ngobrol, lima belas menit saja mengajak anak untuk dimintain idenya, itu akan sangat berarti buat mereka. Mereka akan merasa punya kawan bermain. Mereka akan merasa ada dan dibutuhkan. Mereka akan merasa punya teman curhat. Mereka akan merasa penting dan punya sesuatu yang orang lain butuhkan. Mereka akan merasa nyaman berada di rumah sendiri.

Jadi, kesibukan bukan alasan bagi para orang tua untuk tidak memberikan hal terbaik buat anak-anaknya. Sebaliknya, yang punya banyak waktu di rumah, jangan merasa sudah memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. Coba buka lagi catatan hariannya, apakah benar sudah memberikan poin-poin penting yang dibutuhkan anak? 

Minggu, 06 Maret 2022

Nanti Aku Jadi Pendek


 Setiap orang pasti mempunyai keinginan untuk memiliki sesuatu pada masa-masa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak-anak. Dari ketiga anak-anakku waktu itu (sekarang sudah empat), semuanya mempunyai cara yang berbeda ketika mereka menginginkan sesuatu.

Anak pertamaku misalnya, ketika membutuhkan sesuatu dia akan menyampaikannya dengan sangat hati-hati. Pertama, dia akan menyusun kalimat prolog sedemikian rupa sehingga terdengar enak di telinga dan menarik perhatian orang tua. Kedua dia akan menceritakan secara runtut dari faktor kebutuhan untuk apa, budget yang akan dikeluarkan, dan penting tidaknya barang atau keperluan itu sehingga harus mengeluarkan uang cukup banyak dan kapan dia harus mendapatkannya. Atau lebih ke alur sebuah proposal yang harus menggunakan What, When, Why, dan How much.

Lalu anak keduaku, saat dia membutuhkan sesuatu yang kiranya menurut dia penting ataupun tidak penting, dia akan menuntut sesegera mungkin kebutuhan tersebut harus dipenuhi walaupun hasilnya tidak seperti yang dia inginkan. Karena kondisi misalnya keuangan tidak memungkinkan pada akhirnya harus kecewa dan menelan kekecewaannya sendiri.

Ini dia yang ingin aku ceritakan yaitu anak ketiga kami. Ketika itu dia masih di kelas 3 SD.

Suatu hari sepulang sekolah, tiba-tiba dia berkeluh.

“Yah, aku kok takut ya, nanti aku jadi pendek,’’ keluhnya

“Lho kenapa takut?” tanyaku penasaran.

“Soalnya setiap hari aku gendong tas sekolah seberat ini.” katanya lagi.

“Memangnya kalau setiap hari gendong tas berat trus jadi pendek?”

“Iya, saat ini kan tubuhku sedang bertumbuh, sedangkan beban tas di punggungku begitu beratnya. Bukankah nanti menghambat pertumbuhan tubuhku?” dia berargumen.

Aku diam sesaat memikirkan pendapatnya sambil membelokan kendaraan keluar lingkungan sekolah menuju jalan raya. ‘Ada benarnya juga pendapat anak ini.’ 

“Lalu, ayah harus bagaimana, Dek?”

“Ya, gimana ya?” Dia balik bertanya.

“Kok malah bertanya, Adek maunya bagaimana?”

“Adek mau nya pakai, pakai tas yang tidak digendong, yang diseret pakai roda itu lho yang kaya teman-temanku itu Yah”

Aku hening sejenak lagi sambil terus mengendalikan sepeda motorku hingga membentur tanggul jalan perumahan.

”Oh iya bisa juga tuh. Tetapi bukannya mereka sekolahnya naik mobil, jadi tidak masalah kalau bawa tas beroda itu. Kalau Adek pakai motor bagaimana bawanya?” Tanyaku memastikan.

“Ya bisa saja Yah. Kan bisa  di taruh di depan,”

Aku bengong lagi sambil terus membelokan motor ke kanan ke arah jalan perumahan, hampir sampai rumah. 

Mendengar penuturannya, ada dua hal yang aku tangkap di pikiranku. Pertama, dia ingin punya tas baru yang pakai roda dan tinggal seret seperti punya temannya. Kedua, dia memang benar-benar takut jadi pendek gara-gara setiap hari harus menggendong tas berat. Benar atau salah itu tidak terlalu penting.

Namun itu merupakan sebuah pemikiran anak yang realistis. Anak-anak memang lebih terbuka dalam mengungkapkan keinginannya. Untuk bisa memiliki sesuatu seperti yang dimiliki temannya adalah hal yang wajar. Namun anak-anak juga perlu dibukakan pemikirannya kalau keinginannya itu tidak selamanya harus dipenuhi dengan alasan tertentu yang masuk akal. Tetapi setidaknya dia sudah berani berterus terang dan belajar menganalisis serta berpendapat. Mungkin itu hal penting yang aku dapatkan dari peristiwa hari itu. 


Kamis, 03 Maret 2022

REFLEKSI PROFESSIONAL DEVELOPMENT - Guru Menulis Guru Menginspirasi

 Jumat, 25 Februari 2022


Bersyukur hari ini bisa mendapatkan pencerahan dan motivasi untuk kembali menulis setelah sekian lama tangan ini tidak menuangkan coretan di blog karena alasan klasik yaitu tidak mood menulis atau tidak ada ide untuk menulis. Dan hari ini kami telah dibawa ke alam yang memang menjadi passion saya selama ini yaitu kegiatan tulis menulis dalam kegiatan Professional Development bagi seluruh guru dan karyawan Puhua School. 

Narasumber kegiatan kali ini adalah Mr. David Ludiranto. Selain sebagai Kepala Sekolah Secondary of Puhua School beliau juga seorang yang sudah memiliki pengalaman menulis buku dan hari ini beliau telah membagikan berbagai tips menulis dan mengajak para peserta untuk langsung praktik menulis.

Seperti yang sering saya alami bahwa kadang mood dan ide menulis tiba-tiba hilang dan tidak tahu harus menulis apa, sehingga halaman blog lama tidak terisi. Tetapi kata-kata Pramoedya Ananta Toer ini selalu menggugah saya untuk tetap menulis dan ingin terus menerbitkan buku lagi.  “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” 

Untuk mengawali kegiatan ini kami langsung diberi kesempatan untuk praktik menulis beberapa jenis tulisan sehingga tidak terasa menjemukan. Pertama kami diminta untuk mendeskripsikan sebuah gambar dengan tema laut dan senja. Kami dipancing untuk dipaksa menulis dan saya berhasil membuat sebuah deskripsi 90 kata. Kedua kami deberi gambar tokoh 3 penulis terkenal, dan kebetulan saya sangat mengidolakan Andrea Hirata, sang maestro penulis yang go international. Dengan beberapa pengetahuan dan karya-karyanya yang sudah pernah saya baca, saya mampu menulis biografi Andrea Hirata sebanyak 207 kata. Dan yang ketiga, kami diberikan gambar berseri dengan tokok si Kriwil. Dengan pancingan gambar berseri tersebut, saya mampu membuat sebuah cerita pendek dengan jumlah kata 258. Dengan beberapa pancingan menulis tersebut, kami diingatkan bahwa tidak ada alasan untuk tidak menulis karena tidak ada ide untuk menulis. Karena ternyata banyak sekali ide menulis yang bisa kita ambil dari apa yang kita lihat, kita alami, atau kita pikirkan, atau kita rasakan. Sebagai guru tentunya banyak sekali yang bisa kita catat, dan kita tuangkan sebagai bahan tulisan seperti yang disampaikan narasumber dalam menyampaikan materi hari ini. 

Di bagian akhir, kami diberi empat pertanyaan sebagai bahan refleksi yang tentunya sangat mendorong kami sebagai guru untuk dapat berkarya melalui tulisan. Selain praktik menulis langsung pada kegiatan PD hari ini, kami juga diberikan banyak hal tentang teknik menulis dan juga diingatkan kembali tentang kaidah menulis yang benar. Seperti disampaikan narasumbar bahwa tulisan kita yang nantinya diterbitkan akan dibaca oleh entah siapa saja sehingga kita tidak akan melewatkan kaidah tata tulis yang benar. Selain berkomitmen untuk terus menulis dengan target-target tertentu, kita juga perlu mengupayakan untuk membuat tulisan berkualitas dengan banyak membaca karya tulis orang lain dan mengadopsi banyak pengalaman menulis dari berbagai pelatihan dan mengikuti komunitas menulis yang saat ini sangat mudah untuk didapatkan.

Menulis sudah menjadi bagian kehidupan saya sehingga ketika absen menulis untuk beberapa lama seperti ada sesuatu yang hilang dari hidup saya. Saya selalu diingatkan oleh kata-kata bijak Pramoedya Ananta Toer tadi yang mampu menyulut semangat untuk tetap menulis. Blog menjadi sarana yang sangat praktis untuk dapat menuangkan segala ide untuk menulis saat ini. Hasil tulisan saya share ke beberapa komunitas menulis online untuk mendapatkan feedback dari pembaca. Menulis dengan berbagai tujuan diantaranya berbagi ilmu, pengalaman, pemikiran, bahkan perasaan ketika dibagikan ke orang lain akan menjadi kepuasan tersendiri. Terlebih ketika mendapatkan feedback berupa sanjungan, motivasi, dan bahkan kritikan akan membakar semangat untuk terus menulis. Dengan bergabung dengan komunitas menulis juga saya banyak belajar dari para pakar menulis yang sudah terbukti mampu berkarya banyak di bidang kepenulisan sehingga mampu menjadikan tulisan kita semakin baik.



 

Minggu, 16 Januari 2022

Never-ending Sharing Good Things



Di era digital ini, tidaklah sulit untuk melakukan sesuatu baik itu sesuatu yang buruk maupun yang baik. Banyak sarana atau platform yang bisa digunakan untuk mempermudah kita untuk berbuat sesuatu.

Setiap orang bisa berbagi apa saja dengan sangat mudah dan cepat di era digital ini. Semisal kita berniat untuk membantu korban bencana alam di luar sana, kita tinggal pencet beberapa tombol smartphone untuk transfer dana bantuan, dan dana pun terkirim dengan cepatnya. Yang mau berbagi pengalaman, sharing ilmu pengetahuan juga sangat terbantu di era digital ini. Begitu pula bagi yang punya otak jahat, sangatlah mudah di zaman ini untuk melakukan niatnya. Alangkah mudahnya bagi kita di zaman ini untuk berbuat sesuatu. Semua kembali kepada niatnya masing-masing.


Seperti pengalaman yang baru-baru ini menimpaku juga merupakan salah satunya. Aku merasa dibuat tidak nyaman oleh perlakuan entah siapa. Mereka, aku sebut mereka karena berkali-kali orang-orang ini menghubungiku via pesan WA dengan nomor berganti-ganti. Pernah aku blokir nomor pertama, hingga muncul nomor kedua yang menyebutkan dari perusahaan yang sama. Aku sebut perusahaan karena dalam pesan tersebut mereka mengatasnamakan sebuah nama seperti sebuah usaha, tepatnya usaha pinjaman dana online. Selama ini aku tidak tahu-menahu dengan nama-nama aplikasi usaha pinjaman online, hingga aku coba cek di Playstore ponselku dan ternyata memang ada aplikasi tersebut. Tapi aku tidak langsung percaya juga kalau yang menghubungiku adalah benar-benar dari  perusahaan tersebut. Bisa saja hanya sebagai alibi untuk melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan sebuah perusahaan. 


Atau semisal itu pun benar dari pihak perusahaan yang menghubungiku, mereka juga merupakan korban penipuan bagi nasabah yang memang melakukan peminjaman. Karena menurut penuturan seseorang yang menghubungiku, bahwa nomorku ditulis sebagai nomor saudara yang bisa dihubungi. Dan nama dari orang tersebut (orang yang meminjam dana, kalau itu benar) pun tidak ada dalam daftar nama saudara-saudaraku atau teman-temanku. Jadi ini merupakan murni penipuan dengan cara pencatutan nomor HP secara random yang dilakukan seseorang saat meminjam dana pada peminjaman dana online. Dan mungkin nomorku menjadi pilihannya yang diambil secara acak atau dengan cara apapun yang tidak aku ketahui. Jelasnya, menurut pengakuan dari petugas perusahaan peminjam dana online tersebut mengatakan bahwa nomorku dipakai sebagai nomor saudaranya yang bisa dihubungi. Bukankah ini sudah keterlaluan? 


Terus terang akhir-akhir ini aku sering dibuat jengkel dengan munculnya pertanyaan-pertanyaan yang tiba-tiba muncul lagi di WA ku. “pagi, gimana apa beliau sudah siap membayar tagihan di K……..T?” Itu pesan pagi ini. Dan sudah berkali-kali aku sudah sampaikan bahwa aku tidak mengenal orang tersebut. Dia menyampaikan lagi, “disini anda di cantumkan saudara”. Aku tidak peduli. Walaupun sebenarnya aku sudah ga peduli lagi tapi rasa jengkel ingin membalas, akhirnya aku balas lagi, “sudah berkali kali dari yg menghubungi saya terdahulu, kalau nomor saya dicatut orang, masih juga hubungi saya, coba cari cara yang lain lagi, cari alamatnya atau bagaimana, cari rumahnya, bukankah ada biodatanya? Anda kok lebih percaya sama no HP yg bisa diakses oleh siapa saja secara random, kalau dia menyebutkan saudara, apakah dia menyebutkan saya apanya, namanya siapa, alamatnya di mana? kalau cuma no HP kenapa ànda sebagai perusahaan profesional percaya saja?” Itu yang terakhir aku tulis di pesan Whatsapp dan setelah itu tidak ada respon lagi. Pernah juga aku sampaikan seperti itu tapi dengan nomor yang berbeda beberapa minggu yang lalu. 


Sungguh merupakan pengalaman yang menjengkelkan, hingga sebelumnya aku sempat emosi dan mengeluarkan kata-kata kasar dan mengancam mau melaporkan pada yang berwajib. Tapi selebihnya aku tak pedulikan lagi namun rupanya hingga hari ini mereka masih menanyakan lagi. Aku hanya berpikir, begitu mudahnya di era digital ini orang melakukan kejahatan atau penipuan. Alangkah bodohnya aku hingga terpancing emosi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka walaupun aku tahu aku akan selalu waspada dan tidak akan pernah memberikan identitasku atau informasi yang dapat untuk dilacak. Memang, kebaikan era digital ini bisa dimanfaatkan oleh siapa saja tergantung dari siapa usernya. Kalau penggunanya orang yang berhati mulia dan suka berbagi kebaikan, tentunya kebaikan akan terus tersebar di mana-mana. Tetapi ketika kebaikan zaman digital ini jatuh pada pribadi yang rusuh dan hanya mencari keuntungan, sarana ini akan menjadi ladangnya untuk menyengsarakan orang lain demi keuntungan pribadi. 


Dari peristiwa ini dapat kita ambil pelajaran penting bahwa tetaplah menjadi pribadi yang bermanfaat bagi orang banyak bukan sebaliknya selalu merugikan orang banyak. Kesempatan berbuat baik di era sekarang sangatlah terbuka luas bagi kita walaupun hanya berbagi satu untaian kata nasihat atau ajakan pada orang lain untuk berbuat baik.