“We worry about what a child will become tomorrow, yet we forget that he is someone today.” — Stacia Tauscher, dancer and artist
Sebagai orang tua, pasti kita sering merasa cemas terhadap masa depan anak-anak kita. Perasaan khawatir mungkin akan terjadi pada siapapun dan itu adalah hal yang sangat wajar. Orang tua menjadi over thinking ketika melihat ada gejala yang tidak wajar yang terjadi pada anak-anak kita
Kebanyakan orang tua mengharapkan hal-hal psoitif pada anak-anaknya seperti memiliki prestasi akademik yang baik di sekolah, memiliki kreativitas tinggi, banyak ide, dan tentunya memiliki karakter yang baik. Namun ada kalanya hal itu terjadi sebaliknya. Sudah pasti orang tua akan berpikir untuk dapat menyelamatkan anak-anaknya dengan melakukan banyak hal.
Orang tua boleh cemas atau khawatir asal tidak berlebihan. Setiap anak memiliki bakat dan kemampuan masing-masing. Kadang mereka tak tampak memiliki kelebihan apa pun di mata orang tua. Jangan-jangan justru kita lah yang telah mematikan kemampuan mereka.
Mungkin secara tidak sadar kita sering berucap: ‘Ah, kamu nyapu lantai saja ga bisa!’ ‘Ah kamu males banget sih jadi anak!’ ‘Masa, cuma ngerjain soal gampang seperti ini saja ga bisa?’ ‘Kamu sih bisanya apa?’ Kalau ungkapan-ungkapan ini yang pernah kita berikan ke anak-anak, ya itulah yang ada di pikiran anak-anak kita. Secara tidak langsung, kita sudah menanamkan kata ‘TIDAK MAMPU’ di otak mereka. Dan itu toxic yang akan berkembang.
Ketika kita hanya mengenali apa yang kita inginkan buat anak kita, semakin banyak hal yang tidak kita kenali dari mereka. Yang akan tercipta justru mereka jadi less creative dan malas untuk berjuang. Salah satu penyebabnya yaitu karena mereka sudah tahu akan jwabannya dari setiap usaha mereka; dicaci, disalahkan, dan dimarahi. Kasihan kan?
Jadi sesungguhnya, beberapa fakta kekhawatiran kita tentang masa depan mereka, mungkin malah kita sendiri yang menciptakannya. Kita yang salah menanam benih ke ladang otak anak kita. Coba kita sama-sama buka catatan lama kita!
0 comments: