Minggu, 16 Oktober 2022

Just Listen!

 

“Don't think or judge, just listen.”
― Sarah Dessen

 


Ketika dicurhatin sama anak-anak di rumah, apa yang biasanya saya lakukan? Kalau tidak terpancing emosi anak, kita akan sok tahu akan perasaan anak. Atau kita jadi gemes sama anak kita dan endingnya adalah menasehati, memberi solusi, dan yang paling parah adalah ‘memarahi’.

Di sinilah kadang kita gagal menjadi teman curhat anak dan alhasil, anak bingung mau sharing sama siapa, atau lebih memilih diam dan memendam permasalahan. Jadi ketika menjumpai anak diam dan tidak mau diajak bicara sama orang tua, maka kita mesti tanya pada diri sendiri, ‘Apakah kita belum bisa menjadi teman curhat yang baik bagi anak kita?’

Kadang orang tua merasa lebih tahu akan segala urusan termasuk urusan anak-anak karena merasa pernah mengalami jadi anak. Atau kadang orang tua merasa lebih memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi banyak permasalahan hidup. Disinilah kita biasanya menjadi orang paling pintar dan gampang menilai dan menghakimi. Kematangan anak dalam menghadapi masalah tentu tidak sama dengan orang dewasa. Kita lupa bahwa permasalahan anak-anak jaman sekarang seolah sama dengan permasalahan jaman kita dulu. Padahal beda jaman akan beda problemnya.

Nah, karena begitu gemasnya terhadap curhatan si anak, tanpa diminta, kita akan mengeluarkan pendapat, solusi, penilaian, dan nasihat. Yang saat itu, mungkin anak belum membutuhkannya. Yang dia butuhkan saat itu hanyalah didengarkan, bukan dinasihati.

Kita perlu menahan diri sejenak, hingga anak sudah siap untuk diberikan masukan. Memang maksud kita baik, ingin menenangkan anak, tetapi kadang yang terjadi sebaliknya. Anak merasa disalahkan atau muncul masalah baru dengan solusi yang diberikan. Lalu apa sikap kita biar anak bisa tenang? Kita cukup dengarkan, lalu bisa kasih pelukan atau sentuhan kasih sayang padanya. Setelah isi dadanya sudah tertumpahkan semua, biasanya anak akan merasa lega. Kita bisa meminta ijin sama anak dengan bertanya, ‘Apakah ayah atau ibu bisa kasih pendapat?’ Kalau anak sudah Ok, baru kita masuk untuk memberi pemikiran kita. Wah, rumit ya jadi ortu!

Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

0 comments: