Sabtu, 02 Februari 2019

Pak RT, Motor Saya Hilang!


Saat panik seseorang tak bisa menggunakan otaknya dengan benar. Banyak hal yang ditimbulkan ketika panik datang melanda. Kepanikan membuat seseorang lepas kendali, emosi naik, darah naik, jantung berdebar kencang, omongan ngelantur, dan pikiran kacau.
Di keluargaku, istriku paling terkenal panikan. Mungkin kalau diranking dia ranking satunya,  aku ranking dua, setelah itu, baru anak-anak.
Kepanikan di keluargaku biasanya saat si kecil panas atau kembung atau ketika indikasi sakit pada si kecil mulai terlihat. Dialah orang pertama yang mulai terlihat panik dan  serta merta memberi komando agar kita melakukan hal apa yang bisa mengatasi kepanikannya. Ada yang cari daun Pace, minyak telon, atau minyak goreng, eh bukan, minyak kayu putih maksudnya. Semua sibuk untuk menyelamatkan kepanikan sang ibu.
Suatu hari kami sekeluarga pergi berlibur di luar kota di rumah orang tua kami, kami harus menggunakan transportasi kereta api, pergilah kami naik kereta berempat, Fonda anak kami waktu itu tidak ikut karena ada acara sekolah (Waktu itu masih SMA).
Tiga hari di rumah orang tua, cukuplah buat kami melepas kangen dan akhirnya kami pun pulang ke rumah. Dari stasiun, kami berempat pulang naik taxi. Sampai di rumah Fonda masih berada di sekolah karena harus mengikuti rapat OSIS untuk persiapan MOS. Kami sudah berkomunikasi via SMS waktu itu.
Setelah meletakkan Tas, koper dan segala macam, aku langsung mengecek kamar depan karena pintu sudah sedikit terkuak di mana aku menyimpan sepeda motor sebelum berangkat. Aku sempat terbengong dan tertegun untuk beberapa saat. Aku berfikir sejenak, apakah motor tersebut dibawa anakku? Bukannya dia bawa motor satunya? Dan aku tersadar bahwa motor yang aku simpan di sana sudah raib. Kosong! Motorku hilang! Aku panik.
Aku panggil istriku dan anak-anakku. Semua tertegun dan kebingungan. Apa yang harus kami lakukan? Kami tak percaya. Ternyata aku mengalami seperti orang-orang yang pernah kehilangan sepeda motor seperti yang sering diberitakan di koran atau televisi. Sepeda motor merupakan alat transportasi utama keluarga kami. Kalau dihitung nominalnya, masihlah sangat lumayan. Harta yang cukup berharga buat kami. Dan hari itu telah hilang tak berbekas. Aku terduduk lunglai dan tak bisa berfikir apa-apa. Yang aku pikirkan adalah aku harus merelakan sepeda motor itu walaupun aku tetap tidak rela.
Sang istri langsung mengingatkanku untuk segera melapor ke ketua RT bahwa telah ada kehilangan di perumahan ini dan tepatnya di rumahku, sepeda motorku. Dan hal ini harus segera diketahui penguasa lingkungan setempat agar setidaknya ada antisipasi terhadap pencurian. Akhirnya istriku pergi ke rumah Pak RT dan melapor kejadian itu, tapi sayang pak RT juga tidak di rumah karena masih sedang bekerja. Sementara hanya titip pesan ke bu RT.
Saat itu pula, aku langsung menghubungi Fonda anak pertamaku yang sedang rapat di sekolah.
“Fon, kamu harus pulang sekarang!”
“Ga bisa Yah, mamas lagi rapat nih, penting banget.”
“ Motor ayah hilang!”
“Apa Yah? Hilang? Di mana?”
“Di rumah!” “Sudahlah kamu cepetan pulang, ini penting,”
“Tapi aku lagi rapat Yah, penting banget!”
“Ya ini juga penting, kamu minta ijin pulang dulu sama teman-teman kamu, tolong bantu ayah.”
Tak lama kemudian Fonda pun pulang dan kami berdiskusi, langkah apa seharusnya untuk bisa mengembalikan motor yang hilang itu. Harapan untuk kembali sangatlah kecil. Sudah banyak kejadian curanmor seperti ini dan hasilnya sering nihil. Kami sudah pesimis dan harus bisa mengikhalskan.
Aku terpuruk dan lemas. Ternyata seperti ini rasanya kehilangan barang berharga. Dasar maling! Ga lihat apa? Kami ini kan bukan orang kaya, kenapa harus dirampok? Dan itu kan juga bukan motor bagus, sudah usang dan dekil. Kenapa harus dicuri? Aku ga habis mengerti dan terus menggumam di hadapan anak-anakku.
“Udah yah, tenang dulu. Pasti ada jalan,” Fonda menenangkan. “Yang penting sekarang harus ambil langkah yang tepat. Setidaknya ayah harus segera lapor polisi?”
“Lapor polisi? Percuma saja ga bakalan di cari,” aku pesimis mendengar kata polisi. Ribet dan penuh birokrasi, pikirku.
“Yah, terus gimana? Siapa yang mau melacak kalau bukan polisi? Setidaknya itu ada usaha untuk mencari daripada tidak melakukan apa-apa dan masyarakat jadi tahu kalau di daerah ini tidak aman.”
“Iya sih, terus motor kita bagaimana? Besok kita harus naik apa, ke sekolah, tempat kerja?” aku masih panik.
“Sabar yah, tenang dulu,” Fonda terus menenangkanku yang belum hilang panik dan lemasnya.
Kami semua diam sambil berfikir. Dalam pikiranku, aku sempat berfikir bahwa tempat ini sudah diincar sejak lama oleh maling. Sempat juga terpikir beberapa daftar nama orang yang masuk dalam kategori suspect di otakku. Kejam memang! Otakku mulai berprasangka buruk. Jangan-jangan .... si dia, si dia...
Dalam keheningan dan kegalauan, tiba-tiba fonda menanyakan suatu hal yang mengejutkan, “Yah, Ayah inget nggak?” pertanyaannya membangkitkan lamunanku yang sedang mengembara mencari daftar nama suspect tadi.
“Inget apa Mas?” tanyaku gak bergairah.
“Sebelum berangkat ke Indramayu, ayah kan mamas antar ke sekolahan ayah,”
“Iya, terus?’
“Bukannya...” Fonda sambil menginat-ingat.
“Sebentar Mas, Kamu antar ayah pakai motor itu dan motornya yang satu dititipkan di sekolah ya? Astaghfirullah, kok ayah bisa lupa sih..!” aku kaget sendiri dan tertawa tawa seperti kesurupan. Aku langsung memeluk Fonda dan adik-adiknya. Istriku kebingungan melihat sikapku yang aneh dan mengekspresikan mukannya yang paling konyol yang pernah ada.
“Jadi, motornya ga hilang yah?” tanya istriku.
“Motornya di sekolah, ayah titipkan ke pak satpam! Astaghfirullaah, kok Ayah bisa lupa ya?”
“Ayah...ayah...itu mah bukan lupa, tapi pikuun! gimana sih Yah?” Istriku mengumpat kesal.
“Ya namanya juga lupa. Maklum ayah kan sudah tua. Kalian juga ga ada yang ngingetin kan?” aku membela diri.
Kami semua tertawa gembira. Motor ga jadi hilang. Lingkungan rumah ternyata aman. Besok kerja dan sekolah tidak perlu nyarter ojek atau taxi. Semua berjalan seperti biasa. Aku masih belum bisa memaafkan diri sendiri. Kenapa bisa selupa itu. Aku terlalu panik sebelum aku bisa berfikir secara normal. Aku telah menciptakan korban-korban kepanikan diantaranya adalah anggota keluargaku. Fonda yang seharusnya sedang rapat jadi terganggu, istriku tergopoh-gopoh lari ke rumah pak RT, anak-anakku sibuk menenangkanku, dan untungnya bu RT belum menyebar-luaskan berita itu di warung dekat rumah.
Istriku langsung melapor balik ke bu RT bahwa motor tidak jadi hilang karena kalau berita itu sampai menyebar ke khalayak orang se RT aku pastilah akan jadi bahan tertawaan. Ampuun deh.
Fonda segera ngacir balik ke sekolah melanjutkan rapat OSIS-nya yang barangkali masih tersisa. Sempat dengar cerita Fonda kalau dia cerita kejadian ini ke teman-temannya. Mereka tertawa terbahak-bahak yang intinya menertawakanku. Biarlah. Itulah akhir dari sebuah kepanikan yang tentunya mengorbankan banyak hal dan banyak orang. Setidaknya mengorbankan banyak perasaan.



Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

0 comments: