Sabtu, 02 Februari 2019

Nanti Aku Jadi Pendek




Setiap orang pasti punya keinginan untuk memiliki sesuatu pada masa-masa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak-anak. Dari ketiga anak-anakku, semuanya mempunyai cara yang berbeda ketika mereka menginginkan sesuatu.

Anak pertamaku misalnya, ketika membutuhkan sesuatu dia akan menyampaikannya dengan sangat hati-hati. Pertama, dia akan menyusun kalimat prolog sedemikian rupa sehingga terdengar enak di telinga dan menarik perhatian orang tua. Kedua dia akan menceritakan secara runtut dari  faktor kebutuhan untuk apa, badget yang akan dikeluarkan, dan penting tidaknya barang atau keperluan itu sehingga harus mengeluarkan uang cukup banyak dan kapan dia harus mendapatkannya. Atau lebih ke alur sebuah proposal yang harus menggunakan What, When, Why, dan How much.

Lalu anak keduaku, Syawa, saat dia membutuhkan sesuatu yang kiranya menurut dia penting ataupun tidak penting, dia akan menuntut sesegera mungkin kebutuhan tersebut harus dipenuhi walaupun hasilnya tidak seperti yang dia inginkan. Karena kondisi misalnya keuangan tidak memungkinkan pada akhirnya harus kecewa dan menelan kekecewaannya sendiri.

Ini dia yang ingin aku ceritakan yaitu anak ketiga kami, Najma. Ketika itu dia masih di kelas 3 SD.

Suatu hari sepulang sekolah, waktu itu aku menjemputnya dengan sepeda motor. Di atas kendaraan dia berkeluh.

“Yah, aku takut nanti aku jadi pendek.” Keluhnya

“Lho kenapa takut?”

“Soalnya Najma setiap hari gendong tas sekolah berat banget,” katanya lagi.

“Memangnya kalau setiap hari gendong tas berat trus jadi pendek?”

“Iya, kan ketika tubuh ini sedang bertumbuh tapi dibebani beban berat kan jadi ga bisa tumbuh,” dia berargumen.

Tampaknya cukup masuk akal.

“Trus jadi, ayah harus bagaimana?”

“Ya, gimana ya?” dia balik Tanya.

“Kok malah tanya, ade maunya gimana?”

“Ade maunya pakai tas yang ga digendong, yang diseret pakai roda itu lho yang..kaya teman-temanku itu lho Yah”

Aku hening sejenak sambil terus mengendalikan sepeda motorku hingga membentur tanggul jalan perumahan hingga menjundal.

”Oh iya yah.. tapi mereka kan sekolahnya naik mobil, jadi tidak masalah kalau bawa tas seret beroda itu, kalau Najma pakai motor bagaimana bawanya?”

“Ya bisa saja yah, di taruh di depan,”

Aku bengong lagi sambil terus membelokan motor ke kanan ke arah jalan perumahan, hampir sampai rumah.

Dua hal yang ada di otakku, pertama; dia ingin punya tas baru yang pakai roda dan tinggal geret, kedua, dia memang benar-benar takut jadi pendek gara-gara setiap hari gendong tas berat. Mana yang benar aku tidak tahu persis. Tapi setidaknya dia sudah jujur dan belajar menganalisis dan berpendapat, itu yang penting yang aku dapatkan dari peristiwa hari itu. Selain argumennya yang cukup masuk akal, dia sudah memiliki keberanian dengan belajar berargumen. From Home With Love #2





Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

0 comments: