Jumat, 01 Februari 2019

Ayahku Supermanku!


Terlepas dari hari ini hari apa, aku benar-benar merasa dibuat melambung oleh anakku. Apa sih yang ayah lakukan buat diaPerasaanhari ini aku tidak melakukan sesuatu yang spesial apalagi heroic.
Aku hanya melakukan hal-hal biasa saja dan tak ada yang istimewa menurutku. Tapi mungkin tidak bagi anakku. Sebenarnya sudah menjadi kebiasaan bagiku kalau aku sedikit memanjakan istriku di depan anak-anakku. Kadang aku mencium kening istriku, kadang aku memegang tangannya kemudian menciumnya, kadang aku mengejutkan istriku dengan memeluknya dari belakang ketika dia sedang mencuci piring. Kadang aku memijit-mijit pundak istriku setelah dia menyibukkan diri di dapur. Rupanya hal-hal seperti itu sangat diperthatikan oleh anakku, terutama Syawa anak keduaku yang sudah mulai remaja.
Hari ini adalah akhir pekan minggu ke 2 bulan November. Tepatnya tanggal 12 November bertepatan dengan hari Ayah kata istriku.  Aku pun tidak tahu kalau hari ini adalah hari ayah karena setahuku yang biasa diperingati adalah hari Ibu tanggal 22 Desember. Jadi mana aku tahu ada hari ayah segala di dunia ini. Memang siapa yang mengusulkan ada hari ayah? Ah, mungkin itu hanya merupakan kompensasi iri hati biar seorang ayah diakui. Dan kalau aku yang mengusulkan ada hari ayah, aku maunya hari ayah dirayakan setiap seminggu sekali atau bahkan setiap hari.
Di suatu siang saat kami bersantai di ruang tamu, tiba-tiba anak keduaku, Syawa, memanggilku, “Yah, ada pesan tuh di WA,” katanya.
“Tolong Kakak buka saja, bacakan buat ayah. Ayah lagi tanggung nih.” Saat itu aku masih sibuk menggeser sepeda motor pada posisi siap mau keluar.
“Nggak mau Yah. Ayah saja yang buka. Kakak gak mau buka. Kayaknya penting lho Yah.” Dia terus memaksaku untuk menghentikan aktivitaskmenggeser motor.
“Hmmh, ini anak! Minta tolong sedikit saja ga bisa. HP ayah sama ibu tuh gak ada yang rahasia. Buka saja,” pintaku lagi.
“Cepat yah dibuka! Kali aja penting.” Aku pun mengalah.
‘Selamahari Ayah! Ayahku! Supermanku!’ Itu isi WA yang diamaksud. Ternyata pesan WA itu adalah pesan darinya.
“Oalaa… itu toh maksudnya.  Makasih sayaang…Wah kalau ayah supermanmu, ayah bisa terbang dan siap datang kapan saja ketika kau membutuhkan dong,” kataku kegirangan sambil aku mengelus-elus kepalanya tanda sayang.
“Iya, dan jangan lupa ayah, Simbol huruf S di dada dan pakai celana dalamnya di luar,” sahutnya membuatku ngakak.
“Ada-ada saja ini anak!” umpatku.  Aku pun tak sanggup menyembunyikan kebahagiaanku diperlakukan begitu indah oleh anakku. Siapa sih orangnya yang tidak suka dipuji? Kalau ada orang bilang bahwa dia tidak suka dipuji pasti dia bohong. Syawa, anak kedua kami adalah anak yang paling peka dan memahami semua orang seisi rumah. Perasaannya yang halus membuat kata-katanya sering jujur menilai apapun dan siapapun apa adanya. Aku sangat bangga padanya.
Di sore harinya, saat itu aku menemani istriku tiduran di ruang tengah sambil bercerita apa saja tiba-tiba dia pun berkomentar.
“Ayah, Kalau aku punya suami nanti, aku ingin suamiku seperti ayah,” katanya mengagetkan kami berdua yang sedang rebahan sambil melepas lelah.
“Memangnya Ayah kenapa Wa?” Ibunya menyahut ingin tahu.
“Ayah itu baik, pengertian, penyayang, pokoknya ga ada deh laki-laki seperti ayah,” katanya menilaiku.
“Kalau suamimu seperti ayah, kamu mau hidupnya sederhana, gak kaya, rumahnya ga bagus, emang mau?” Komentarku meledek untuk menutupi rasa ge-erku atas kejujuran pujiannya.
Enatahlah, kenapa tiba-tiba anakku bicara seperti itu hari ini? Mungkin juga dia sedang sensi, lagi naksir cowok, tapi cowoknya tidak seganteng ayahnya, eh, maksudnya tidak sebaik ayahnya,  atau takut dikecewakan cowoknya kalau nantinya punya pacar. Ah, jangan-jangan aku yang lagi sensi.
Tapi beginilah kalau memiliki anak gadis yang sudah mulai remaja. Banyak hal yang orang tua kadang tidak mengerti dunia anak remaja. Kebanyakan orang tua akan lebih memahami masalahnya sendiri ketimbang memahami permasalahan anaknya. Anak seusia anakku ini sedang mengalami puber yang pertama. Orang-orang terdekatnya akan menjadikan panutan dalam menentukan pilihan yang dianggapnya mampu menjadi idola baginya. Ayah, adalah lelaki pertama yang paling sering dijumpai dalam kehidupan kesehariannya. Ayah harus bisa menjadi sosok yang diidolakan dan dibanggakan. Dengan begitu anak akan mencari pasangan yang sebaik sosok idolanya.

Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

0 comments: