Sabtu, 02 Februari 2019

Uang Kembalian

Pagi itu ribetnya tingkat dewa. Sebenarnya sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Kami berdua, sebagai ayah dan ibu banyak disibukan dengan aktifitas rutin yang super sekali. Dari bangun pagi Ibadah, membangunkan anak-anak,  menyiapkan pakaian, sarapan dan bekal anak, dan sekarang aktifitas pagi bertambah setelah adanya si kecil Ahlan, yang harus dimandiin, disiapin pakaiannya, makanannya dan perlengkapan ini itu untuk dibawa ke sekolah penitipan balita. Serta masih banyak lagi ritual lainnya seperti buang air besar dan mandi yang biasanya harus diabsen satu-satu karena kami hanya memiliki 1 kamar mandi untuk 6 orang. Dan kami harus menerapkan budaya antri di rumah. Hiruk pikuk persiapan berangkat beraktifitas kadang lancar kadang tidak tergantung pada kesiapan personil masing-masing. Ada saja seperti tidak ditemukannya barang-barang kecil menggemaskan seprti kaos kaki, topi sekolah, dasi, bahkan buku pelajaran. Untungnya pagi itu beres. Semua siap. Ribet sih, tapi kami senang melakukan semua itu.  
Ketika semua anggota mau check out, tiba-tiba Najma teringat bahwa hari itu harus beli buku Agama. Sang ibu jadi panik karena uang pecahan sudah tak ada. Diberikannyalah uang pecahan 20 ribuan ke Najma.
“Kayaknya harganya tak sampai 20 ribu lho Dhe,” pesan ibunya.
“Iya Bu.”
Kami pun take off ke tempat aktifitas masing-masing.
Sorenya, setelah kami semua berkumpul, tak lupa ibu menanyakan Ade perihal uang kembalian tadi pagi.
“Mana uang kembaliannya, Dhe?”
“Anu, Bu. Tadi aku kan haus, jadi sisa uang beli buku Agama aku beli minuman,” jawabnya jujur.
“Lho kok buat jajan, bukannya Ade sudah dikasih uang sangu?” Sang ibu menegaskan.
“Iya bu maaf. Tadi ade..”
“Ibu tahu. Ade haus tapi ade tidak seharusnya pakai uang kembalian itu untuk beli jajan. Ade tunjukan dulu sisa uang beli buku itu ke ibu, baru ade boleh minta ijin beli jajan. Pasti ibu kasih.”
“Tapi kan Cuma dua ribu,” bantah dia.
“Memang sih cuma uang dua ribu. Itu tidak seberapa Dhe. Tapi ade sudah memakai uang yang bukan haknya.”
“Itu namanya korupsi ya Bu?”
“Nah itu Ade tahu. Korupsi kelas ikan teri. Tapi tetap saja namanya korupsi.  Intinya Ade ga boleh pakai uang yang bukan haknya. Toh ade kan sudah dikasih uang sangu sama bekal makanan juga.”
“Iya bu, ade salah. Ade minta maaf. Lain kali ibu ngasih uangnya uang pas saja ya biar ade gak korupsi,” Ade mengusulkan.
“ Ya kalau ada uang pas. Kalau ga ada gimana?”
“Kan ibu bisa tukar dulu”
“Iya, Oke deh. Tapi bukan begitu Dhe. Itu namanya tidak korupsi karena tidak ada kesempatan. Ada atau tidak ada kesempatan, korupsi itu tetap saja tidak boleh. Kalau uang kembalian itu kamu kembalikan ke ibu, itu namanya kamu hebat, sudah belajar bertanggung jawab. Korupsi itu bisa dihindari kalau kita punya keimanan yang kuat dan memiliki rasa tanggung jawab baik kepada Tuhan maupun kepada orang yang memberikan amanah kepada kita. Kalaupun ada kesempatan kita tetap harus kuat untuk tidak melakukannypunya. Ade harus belajar! Dan belajar yang paling baik adalah memprakteknannya. Bukan sekedar tahu teorinya.”
 Ade terdiam dan paham. Matanya berkaca-kaca dan sang ibu langsung memeluknya. From Home with Love #2


Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

0 comments: