Sabtu, 02 Februari 2019

Doa Si Kecil Menyambut Musim Hujan

Terus terang saya tergelitik untuk menuliskan tentang hadirnya hujan di bulan November ini 

Ada banyak cerita dibalik turunnya hujan tahun ini yang datang terlambat. Rupanya datangnya hujan tahun ini belum disikapi dengan baik oleh sebagian orang terutama keluargaku. Aku pun masih terlena dengan nuansa kemarau hingga lupa beberapa hal yang mesti disiapkan. Misal, baru diketahui kalau ternyata jas hujan di rumah cuma ada satu. Payung satu pun tak ada batang hidungnya. Eh, emang payung punya hidung ya? Terus, genteng bocor. Ya Allah, kenapa aku bisa lupa, padahal genteng bocor sisa musim hujan tahun lalu dan belum dibetulin juga. 

Tapi yang lebih menggelitik lagi adalah pertanyaan anakku.

"Yah, kenapa sih ayah ngga beli mobil aja. Daripada kaya gini, boncengan bertiga, jas hujannya satu, basah kuyup lagi." katanya polos.

"Amiin. Insyaallah."

"Asyiik bener lho yah." Dia mulai menagih. Aku menarik nafas panjang. Maksud jawabanku sebenarnya doa bukan berarti aku mau beli mobil saat ini. Tapi ternyata anakku menangkapnya lain.

"Kira-kira di mana ayah bisa beli mobilnya? Di Pasar Wage ada ngga?" Aku balik bertanya.

"Ayah, ade serius nih." Anakku mencubit pinggangku.

"Iya, ayah juga serius. Kalau di Pasar Wage ada, ayah mau beli sekarang."

Dia pikir, beli mobil itu gampang kaya beli pisang goreng. Tapi gapapa. anggap saja itu doa seorang anak buat orang tuanya.

Semoga musim hujan tahun depan anak-anakku sudah bisa naik mobil dan permintaan anakku menjadi doa yang tulus sehingga keinginannya bisa terkabul. Amiin.

Kaget Pelayanan RS

Kaget Pelayanan RS
Hari ini adalah seminggu setelah kepulangan Bapakku dirawat selama seminggu pula di Rumah Sakit ini. Sehari sebelumnya, aku mencoba mendaftar untruk kontrol online dengan maksud proses pendaftaran lebih cepat dan tanpa harus mengantri lama. Setelah berhasil register, system tidak bisa melanjutkan ke proses pendaftaran selanjutnya. Kucoba lagi siangnya, sorenya, malamnya, hingga hingga esok paginya menjelang berangkat ke R.S. Pendaftaran online gagal. 

Sudahlah, kami pun berangakat ke RS dengan jasa angkutan jaman milenial 'mobil online'. Sekitar 15 menit mobil meluncur dan sampai di RS. Baru sampai Gerbang pintu pendaftaran, benerapa petugas berbaju batik hijau menyergap kami dengan membawa kursi roda. Kami dicegat. Bapak berbaju batik hijau langsung meraih tangan Bapakku dan mendudukannya di kursi roda dengan ramah dan hati-hati. Aku hanya mengikuti perintah selanjutnya, suruh ambil nomor antri. Aku pikir bapakku akan mendapat layanan khusus eh suruh ambil no antrian juga, pikirku. 

Setelah mendapatkan no antri, aku ditanya sama Bapak petugas tadi. 

“Bapak ini usia berapa?” tanyanya masih ramah.

“Delapan puluh Pak,” jawabku singkat, ramah juga.

“Sini no antrinya Mas.” Si petugas minta no antri lalu meminta berkas kontrol dan menyuruhku masuk ke loket 11. 

Tanpa menunggu lama, hanya sekitar 3 menit, registrasi selesai. Kami disuruh langsung ke Poli Paru. Ramah, singkat, cepat, itulah yang kami dapatkan Pagi ini. Terus terang aku malu sudah berpikiran buruk dengan Pelayanan RS ini yang aku pikir sama dengan dulu, lama dan banyak pos yang harus dilalui. Sekarang sungguh memanusiakan, terutama untuk pasien usia lanjut seperti Bapakku. Terimakasih RSMS Purwokerto. Semoga Bapakku cepat pulih dan bisa beraktifitas lagi di usia senjanya. Semoga juga pelayanan semakin baik lagi ke depannya. Sehingga semakin banyak masyarakat yang tertolong dengan Pelayanan RS ini. 

Amiin.

Salam Literasi dari RSMS.




Siswa SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Belajar Jual Beli Saham dengan Outdoor Study ke Sinar Mas

Siswa SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Belajar Jual Beli Saham dengan Outdoor Study ke Sinar Mas
      Untuk mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto, para guru sedang berusaha membuat proses pembelajaran semenarik mungkin dengan berbagai cara. Untuk pembelajaran di kelas atau indoor study, beberapa guru sudah banyak yang menggunakan media online untuk dalam proses pembelajaran baik untuk menyampaikan materi maupun penilaian. Sedangkan pembelajaran di luar kelas atau outdoor study beberapa guru sudah memulai memanfaatkan media sekitar sekolah atau pun tempat atau instansi yang bisa digunakan untuk pembelajaran yang disesuaikan dengan tema atau materi  pembelajaran.
      Hari ini, Selasa 19 September 2018, siswa SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto kelas XI IPS dan XII IPS melaksanakan kunjungan ke Sinar Mas sebagai tugas mandiri pada mata pelajaran Ekonomi. Untuk materi kelas XI IPS tentang pasar modal dan Perdagangan Internasional untuk kelas XII IPS. Selain sebagai tugas mandiri, kegiatan ini juga dilaksanakan untuk mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa dan mengenal perdagangan pasar modal secara langsung. Siswa merasa senang dan antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran ini karena mereka bisa belajar jual beli saham dan reksadana yang tentunya akan menambah ilmu pengetahuannya.
      Dari pihak Sinar Mas Asset Management, sebagai perusahaan perantara jual beli saham juga merasa senang bisa menularkan ilmu jual beli saham kepada para siswa, dan berharap para siswa dapat menikmati pembelajaran langsung ini hingga nantinya semakin banyak masyarakat yang berinvestasi.
      Bu Ani yang memiliki nama lengkap Dra. Ephipana Surtiyani, pengampu mata pelajaran Ekonomi SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan merasa sangat senang bisa mengantarkan siswa-siswanya dalam pembelajaran langsung cara berinvestasi. Bu Ani berharap kegiatan ini dapat menambah ilmu yang akan bermanfaat dan bisa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari dan terutama yang akan melanjutkan ke fakultas Ekonomi nantinya.

7 Fakta Bahagia Bagi Penulis

     
Mau bahagia? Gampang! Rajin-rajinlah menulis.
      Bahagia pertama saat menghasilkan sebuah tulisan adalah ketika tulisan kita ada yang membaca tentunya.
      Kedua, ketika tulisan kita ada yang membaca dan mengomentari  
      Ketiga, ketika kita tahu jumlah pengunjung/pembaca tulisan kita semakin banyak (kalau nulisnya di blog).
      Keempat, ketika tulisan kita mampu diterbitkan jadi sebuah buku. Bahagia yang nomor 4 ini menjadi puncak kebahagiaan seorang penulis, terutama penulis pemula.
      Mau tahu bahagia yang nomor 5? Bahagia nomor lima adalah ketika buku kita banyak yang membeli alias laris. Ini adalah pelengkap kebahagiaan nomor sebelumnya. Menerima banyak order di sosmed dan sibuk membungkus buku dan mengirimkan ke jasa pengiriman adalah kesibukan yang mengasyikan. Apalagi kalau menerima notifikasi di internet banking ada transfer pembayaran buku. Wah.. rasanya mak Nyus! Tak bisa dipungkiri, setelah kebahagiaan batin terpenuhi dengan terbitnya buku, kebahagiann materi mengikuti, walaupun bukan tujuan utama terutama bagi penulis.
      Bahagia selanjutnya yaitu bahagia nomor 6, apa yah? Oh iya, ketika cover buku di upload di sosial media oleh para pembeli/pembaca buku. Wuiih! Sungguh melambung rasanya ketika melihat Facebook isinya postingan cover buku karyaku dan dikomentari macam-macam. 'Keren bukunya, loh." "Ditunggu buku berikutnya", "Sungguh buku yang cocok buat bacaan keluarga" dan lain sebagainya. Betapa hati seorang penulis saat itu sedang dalam keadaan yang tak bisa diekspresikan.
      Apakah masih ada kebahagiaan yang lain? Pastinya ada. Ketika isi buku kita tidak hanya sekedar dibaca tapi diresensi/direview oleh pembaca dan dimuat di Surat Kabar. Masyaallah! Ini sungguh menggembirakan. Apalagi resensinya lebih banyak memuji isi bukunya...semakin buat penulis melambung saja. Dan ini tentunya yang membuat penulis kecanduan untuk menulis dan menerbitkan buku selanjutnya.
      Tapi ada kebahagiaan yang paling hakiki dari seorang penulis yaitu ketika apa yang sudah dituliskan di buku itu mampu menjadikan manfaat dan kebaikan bagi orang lain. Itu mungkin kebahagiaan level tertingginya. 
 Makanya, banyak-banyaklah menulis dan jadikan buku! Pasti bahagia! Insyaallah.

Internet-based Voting dalam Pemilihan Ketua OSIS

Internet-based Voting dalam Pemilihan Ketua OSIS

      Pergantian pengurus OSIS merupakan agenda rutin yang dilaksanakan SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto. Ajang pemilihan ini diawali dengan pembentukan KPO (Komisi Pemilihan OSIS) yang dibentuk oleh beberapa perwakilan independen dari setiap kelas. Setelah calon ketua dan wakilnya terseleksi, diadakan sosialisasi atau kampanye yang diselenggarakan secara terbuka dan dihadiri oleh seluruh warga sekolah. Seminggu kemudian, tepatnya di hari Senin, 20 Agustus 2018, penyelenggaraan hajat besar yaitu pemilihan ketua dan wakil ketua OSIS SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto angkatan ke-empat di helat dengan penuh sederhana namun mengena.
      Ada hal yang berbeda dengan pelaksanaan pemilihan kali ini. Adalah voting yang dilakukan tidak lagi menggunakan alat tusuk berupa paku atau spidol untuk mencontreng gambar pasangan calon, akan tetapi pemilihan tahun ini menggunakan internet-based voting (IBV). KPO telah mencoba berinovasi dengan menggunakan IT yaitu dengan pemanfaatan google form untuk pemilihan kali ini. Pertimbangan KPO untuk menggunakan Internet-based Voting ini selain untuk pembelajaran siswa dengan pemanfaatan teknologi komunikasi, juga bisa menghemat waktu cukup banyak. Kalau secara konvensional, pemilihan dengan mencontreng atau mencoblos, dibutuhkan banyak tenaga dan biaya untuk persiapan pembuatan surat suara dan perlengkapannya juga proses perhitungan suara yang memakan waktu cukup lama. Dengan google form ini hanya dibutuhkan beberapa laptop sesuai jumlah bilik yang disediakan dan tidak memerlukan waktu untuk menghitung surat suara karena sistem sudah secara otomatis menghitung begitu selesai voting. Jumlah dan prosentase suara bisa langsung ditampilkan grafiknya tanpa ada proses perhitungan suara.
      Para guru cukup berbangga terhadap kreativtas para siswa yang telah mampu memanfaatkan IT dalam proses pembelajaran berorganisasi di sekolah.

Terimakasih Nak, Sudah Mengingatkan Ibu!

Terimakasih Nak, Sudah Mengingatkan Ibu!
Sore yang cukup panas dan melelahkan tak membuat istriku berdiam diri di rumah. Tak mau merepotkan aku, dia langsung pergi mengajak anak keduaku untuk belanja berbagai keperluan dapur. Anakku senang diajak belanja di supermarket. Bagi sang istri, belanja di supermarket tidak begitu memuaskan sebenarnya, dia akan lebih puas kalau sudah melewati lorong-lorong becek dan sesak di pasar traditional. Makanya dia akan berfikir dua kali kalau mau mengajakku ke pasar. Karena aku akan banyak mengeluh ini dan itu. 
Setelah pilih memilih dan timbang menimbang, akhirnya belanja dianggap cukup. Anak perempuànouku terus mendpingi sang ibu belanja. Hingga suatu ketika ada kejadian yang menurutnya kurang baik untuk dilakukan. 
Saat itu sang ibu sudah menimbang abon curah dan tinggal dibayar di kasir. Sambil menuju ke kasir, Ibu mulai berubah pikiran. Dasar ibu-ibu sukanya ga konsisten, pikirku ketika mendengar ceritanya.
"Ibu, kenapa abonnya ga jadi dibeli?" Tanya anakku heran.
"Ternyata mahal Kak, Ibu pikir tak semahal itu." Ibu menjelaskan alasanya.
"Ibu nggak boleh begitu. Itu kan abon curah, sudah ditimbang ya sebaiknya harus dibeli," anakku mengingatkan.
" Tapi kan tadi Ibu sudah bilang, kemahalan. Lain kali saja. Pasti ibu beli deh."
" Bukan begitu ibu. Itu namanya ibu tidak menghargai Ibu sendiri dan pelayan toko tadi sudah susah-susah bantuin nimbang, belum nanti kalau ibu ga jadi beli, pelayan itu harus mengembalikan ke tempat semula. Gara-gara ibu ga jadi beli, banyak orang direpotkan," anakku membujuk sang Ibu.
"Terus, ibu harus bagaimana? Kalau uangnya ternyata ga cukup bagaimana?
" Ibu bisa bilang terus terang kalau uangnya ga cukup. " Sang ibu mulai kebingungan.
"Ya sekarang ibu bawa saja ke kasir. Nanti totalnya berapa. Mudah-mudahan cukup. Lagian kan Ibu beli abon ini untuk anak anak Ibu. Mahal dikit untuk anak kan gapapa . Ya nggak Bu? Dan tidak mengorbankan orang lain. From Home with Love #2



12 dari 39 Siswa Lulusan SMA Nasional Tiga Bahasa Putera Harapan Purwokerto Lanjut Kuliah di Tiongkok

12 dari 39 Siswa Lulusan SMA Nasional Tiga Bahasa Putera Harapan Purwokerto Lanjut Kuliah di Tiongkok
      Merupakan hal yang menggembirakan bagi SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto, dari 39 siswa lulusan angkatan pertamanya, 12 diantaranya mendapatkan beasiswa untuk Kuliah di perguruan tinggi di Tiongkok. 
Enam siswa diterima di Hebei University dengan berbagai jurusan sesuai pilihannya. Ada Kedokteran, Farmasi, Bisnis, Komumikasi, dan Pendidikan Bahasa Mandarin. Mereka semua mendapatkan beasiswa. Ada beasiswa penuh hingga Lulus (untuk Pendidikan Bahasa Mandarin). Ada juga beasiswa 4 tahun. Empat siswa diterima dengan beasiswa juga di Jinan University. Tiga diantaranya mendapatkan beasiswa penuh. Dua siswa lain diterima juga di Cheng Chou University.
       Ke-duabelas siswa tersebut tengah melakukan berbagai persiapan untuk menuntut ilmu ke negri China saat ini. Selama belajar di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto, mereka sudah dibekali berbagai pengetahuan, wawasan, dan Pendidikan karakter sesuai dengan tujuan Kurikulum Nasional.  Mereka juga telah dipupuk dengan kekuatan toleransi antar umat yang cukup.Keberagaman di SMA ini baik agama maupun etnik yang merupakan ciri khas sekolah tersebut yang menerima semua siswa dari berbagai agama dan suku sehingga kebersamaan dalam perbedaan sudah tertanam sangat kuat. Sebagai bekal hidup dan menuntut ilmu di Tiongkok tentunya mereka juga telah dipersiapka dengan kemampuan Bahasa Mandarin yang cukup. Selain Bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran yang diberi porsi JP cukup banyak setiap minggunya, siswa juga diwajibkan ikut Tes Bahasa Mandarin yang diakui International yaitu Tes HSK ( kalau Bahasa Inggris TOEFL). 
      Selain 12 siswa yang lanjut di luar negeri, siswa lain juga telah diterima di berbagai universitas ternama di dalam negeri baik swasta maupun negeri. Diantaranya UNSOED, Binus University, Prasetya Mulya, Untar, Atmajaya, Maranatha, dan Telkom Bandung.
      Mudah-mudahan semua bekal yang sudah diperoleh selama mengenyam pendidikan di SMA Nasional 3 Bahasa Putera Harapan Purwokerto mereka dapat mampu bersaing dalam prestasi di Tiongkok dan tetap dapat berbudi luhur dan mengembangkan sikap toleransi dan tetap berbudaya Indonesia. Begitu pula yang akan lanjut di universitas dalam negeri. Tetap menjunjung tinggi kebersamaan dalam perbedaan.

Saya Merasa Puas Setelah Membelah Tubuh Orang

Saya Merasa Puas Setelah Membelah Tubuh Orang
Bapak itu berumur sekitar enam lima atau tujuh puluhan. Dia duduk di seberangku di gerbong 7 sewaktu aku hendak ke Semarang. Aku hanya mengangguk dan mempersilahkan Bapak itu duduk. Penampilannya rapi, bugar dan sehat. Wajahnya masih menyimpan garis ketampanan dan tampak piyayi. Dia memakai topi dan mengalungkan tas kecil di pinggangnya. Begitu duduk Bapak itu langsung mengeluarkan buku kecil berisi doa-doa. Akupun tak berani menyapanya karena dia tampak asyik dengan bacaannya. Setelah selesai membaca Bapak itu pun tampak bingung lalu kami pun saling bertegur sapa untuk memecah suasana karena di situ hanya ada kami berdua.
Dia banyak bertanya padaku. Aku ceritakan tujuanku ke Semarang. Dia banyak bertanya mengenai keluargaku dan profesiku. Sempat juga dia menanyakan tentang sekolahanku di Purwokerto. Dia sempat bercerita bahwa salah satu keponakannya juga ada yang menjadi guru.
Setelah dia kehabisan bahan pertanyaan untukku, giliranku menanyakan tentang dia. Dia bilang dia seorang pensiunan. Tujuh tahun yang lalu dia sudah purna tugas mengabdi pada pemerintah bekerja di rumah sakit sebagai dokter bedah. Ternyata dia seorang pensiunan dokter bedah. Dia sempat bercerita juga kalau putrinya saat ini sedang mengambil spesialis bedah tulang. Gila, pikirku! Bukannya ahli bedah tulang biasanya laki-laki? Aku cukup tercengang mendengarkan ceritanya. Keluarga macam apa ini, pikirku. Bapak sama anaknya sukanya bedah-bedah orang!
Lalu akupun menanyakan kegiatan semasa pensiun setelah puluhan tahun menjadi dokter bedah. Dia bilang di masa pensiun saat ini dia juga masih bekerja di rumah sakit swasta. Saya sempat terkejut, setua ini masih bisa jadi dokter bedah? Apa tidak takut malpraktek karena faktor usia yang barangkali sudah gemetaran, tidak bisa fokus lagi dengan penglihatan atau daya tahan tubuhnya menurun saat operasi? Dia bilang dia masih kuat melakukan operasi hingga empat jam, walaupun kadang sambil duduk.
“Apa bapak tidak cape? Bukannya lebih baik bapak istirahat dan menikmati masa pensiunnya di rumah?” tanyaku penasaran.
“Kalau saya pensiun dan berdiam diri di rumah, mungkin sekarang saya sudah stress dan pikun,” jawabnya dengan senyumnya yang meyakinkan.
“Bisa stress, memangnya kenapa Pak?” tanyaku lagi.
“Saya itu kalau sudah membedah dan menjahit rasanya sudah lega. Rasanya sama saja seperti refreshing.  Saya sudah mendapatkan kepuasasn batin. ” Jawabnya dengan tenang. Ini dokter bedah apa psikopat, pikirku. Membelah-belah badan orang kok dibilang refreshing. Sungguh mengerikan!
“Kok bisa seperti itu pak?”
“Karena saya mengerjakan pekerjaan membedah itu dengan hati. Saya sangat menikmati pekerjaan saya. Dan saya merasa puas kalau pasien yang saya bedah itu bisa sembuh dari penyakitnya. Mungkin itu yang membuat saya tidak merasa lelah. Karena tidak ada tekanan atuapun paksaan.” Jelasnya.
Aku terdiam dan memandang raut bapak itu yang di beberapa titik sudah keriput namun masih tampak bugar dan sehat. Sungguh luar biasa Bapak ini. Seandainya semua dokter seperti bapak ini, mungkin para pasien tidak perlu khawatir dan gelisah apabila sanak familinya sedang dioperasi karena dokter yang bertugas sungguh mencintai pekerjaannya. Aku berpikir bahwa pekerjaan apapun apabila dilakukan dengan penuh cinta insyaallah akan berbuah baik.


Menulis Buruk Penting Bagi Pemula

Menulis Buruk Penting Bagi Pemula
Bagi penulis top atau penulis terkenal, menulis merupakan hal yang biasa tanpa mengorbankan banyak waktu dan pikiran. Mereka mampu menulis dengan teknik serta gaya bahasa yang sudah mengalir di luar kepala. Hal apapun yang dirasakan bisa menjadi guratan-guratan tulisan menarik bagi pembacanya. Lamunan dan khayalan bisa menjadi alur cerita yang menggetarkan. Kejadian kecil di pagi hari bisa menjadi sebuah tulisan keren di sore hari. 
Namun lain halnya dengan penulis pemula. Penulis pemula bisa menghabiskan waktu berjam-jam di depan laptop atau komputernya hanya untuk menuliskan kalimat pertama. Mungkin dibutuhkan menghapus berkali-kali untuk menjadikan satu kalimat utuh di awal paragraph. Bahkan penulis pemula banyak yang patah hati dengan tulisannya sendiri. 

Keraguan dan kegalauan saat menulis sering menjadi hambatan bagi penulis pemula untuk menulis. Kadang penulis pemula juga memiliki ambisi besar untuk bisa menulis dengan sempurna, namun apa daya kemampuan menulisnya tidak lebih baik dari ambisinya. Akhirnya satupun tulisannya tidak ada yang jadi. Mereka hanya ingin menulis tapi tidak pernah punya tulisan.

Tidak usahlah berambisi menulis bagus. Kata Brili Agung Zaky Pradika, Penulis Buku 'Kitab Penyihir Aksara', menulis buruk itu solusinya. Menulis sajalah tentang apa saja yang ada di kepala. Buatlah target menulis saat sudah di depan laptop maupun komputer. Targetkan setiap berada di depan komputer untuk minimalnya menyelesaikan satu halaman, misalnya. Janganlah berhenti menulis dan membaca apa yang sudah ditulis sebelum tulisan mencapai satu halaman penuh. Jangan menekan tombol backspace untuk menghapus kalimat yang sudah ditulis hanya karena merasa tidak yakin dengan yang sudah dituliskan. Menulislah sampai mencapai target yang sudah ditentukan.
Setelah berhasil satu halaman, jangan lupa simpan tulisan agar tidak kehilangan satu lembar tulisan buruk yang sangat berharga. Tanpa sadar kita telah berhasil menulis satu halaman. Tak usah pedulikan betapa buruknya tulisan yang sudah diciptakan. Menciptakan satu halaman tulisan buruk akan lebih baik daripada berhayal menulis yang baik tetapi tidak pernah punya tulisan.

Bacalah lagi tulisan buruk tadi beberapa saat kemudian setelah melupakan apa yang sudah ditulis.  Di sana kita akan memerankan diri menjadi reviewer atau korektor. Menjadi korektor akan lebih mudah mengetahui bagian mana saja yang butuh perbaikan. Kita akan lebih mudah mengenali kesalahan-kesalahan tata bahasa, tanda baca, maupun gaya bahasa yang perlu dipoles. Sebagai korektor tulisan sendiri, kita akan lebih mudah untuk memperbaikinya. Dengan begitu, jadilah sebuah tulisan baru yang mungkin lebih baik dari sebelumnya. Tulisan buruk akan berubah menjadi tulisan bagus ketika kita menuliskannya, bukan menghayalkan untuk menulisnya. Dan yang paling penting juga adalah tentunya banyak membaca tulisan-tulisan orang lain untuk referensi menulis. Learning by doing not imagining.



Pak RT, Motor Saya Hilang!

Pak RT, Motor Saya Hilang!


Saat panik seseorang tak bisa menggunakan otaknya dengan benar. Banyak hal yang ditimbulkan ketika panik datang melanda. Kepanikan membuat seseorang lepas kendali, emosi naik, darah naik, jantung berdebar kencang, omongan ngelantur, dan pikiran kacau.
Di keluargaku, istriku paling terkenal panikan. Mungkin kalau diranking dia ranking satunya,  aku ranking dua, setelah itu, baru anak-anak.
Kepanikan di keluargaku biasanya saat si kecil panas atau kembung atau ketika indikasi sakit pada si kecil mulai terlihat. Dialah orang pertama yang mulai terlihat panik dan  serta merta memberi komando agar kita melakukan hal apa yang bisa mengatasi kepanikannya. Ada yang cari daun Pace, minyak telon, atau minyak goreng, eh bukan, minyak kayu putih maksudnya. Semua sibuk untuk menyelamatkan kepanikan sang ibu.
Suatu hari kami sekeluarga pergi berlibur di luar kota di rumah orang tua kami, kami harus menggunakan transportasi kereta api, pergilah kami naik kereta berempat, Fonda anak kami waktu itu tidak ikut karena ada acara sekolah (Waktu itu masih SMA).
Tiga hari di rumah orang tua, cukuplah buat kami melepas kangen dan akhirnya kami pun pulang ke rumah. Dari stasiun, kami berempat pulang naik taxi. Sampai di rumah Fonda masih berada di sekolah karena harus mengikuti rapat OSIS untuk persiapan MOS. Kami sudah berkomunikasi via SMS waktu itu.
Setelah meletakkan Tas, koper dan segala macam, aku langsung mengecek kamar depan karena pintu sudah sedikit terkuak di mana aku menyimpan sepeda motor sebelum berangkat. Aku sempat terbengong dan tertegun untuk beberapa saat. Aku berfikir sejenak, apakah motor tersebut dibawa anakku? Bukannya dia bawa motor satunya? Dan aku tersadar bahwa motor yang aku simpan di sana sudah raib. Kosong! Motorku hilang! Aku panik.
Aku panggil istriku dan anak-anakku. Semua tertegun dan kebingungan. Apa yang harus kami lakukan? Kami tak percaya. Ternyata aku mengalami seperti orang-orang yang pernah kehilangan sepeda motor seperti yang sering diberitakan di koran atau televisi. Sepeda motor merupakan alat transportasi utama keluarga kami. Kalau dihitung nominalnya, masihlah sangat lumayan. Harta yang cukup berharga buat kami. Dan hari itu telah hilang tak berbekas. Aku terduduk lunglai dan tak bisa berfikir apa-apa. Yang aku pikirkan adalah aku harus merelakan sepeda motor itu walaupun aku tetap tidak rela.
Sang istri langsung mengingatkanku untuk segera melapor ke ketua RT bahwa telah ada kehilangan di perumahan ini dan tepatnya di rumahku, sepeda motorku. Dan hal ini harus segera diketahui penguasa lingkungan setempat agar setidaknya ada antisipasi terhadap pencurian. Akhirnya istriku pergi ke rumah Pak RT dan melapor kejadian itu, tapi sayang pak RT juga tidak di rumah karena masih sedang bekerja. Sementara hanya titip pesan ke bu RT.
Saat itu pula, aku langsung menghubungi Fonda anak pertamaku yang sedang rapat di sekolah.
“Fon, kamu harus pulang sekarang!”
“Ga bisa Yah, mamas lagi rapat nih, penting banget.”
“ Motor ayah hilang!”
“Apa Yah? Hilang? Di mana?”
“Di rumah!” “Sudahlah kamu cepetan pulang, ini penting,”
“Tapi aku lagi rapat Yah, penting banget!”
“Ya ini juga penting, kamu minta ijin pulang dulu sama teman-teman kamu, tolong bantu ayah.”
Tak lama kemudian Fonda pun pulang dan kami berdiskusi, langkah apa seharusnya untuk bisa mengembalikan motor yang hilang itu. Harapan untuk kembali sangatlah kecil. Sudah banyak kejadian curanmor seperti ini dan hasilnya sering nihil. Kami sudah pesimis dan harus bisa mengikhalskan.
Aku terpuruk dan lemas. Ternyata seperti ini rasanya kehilangan barang berharga. Dasar maling! Ga lihat apa? Kami ini kan bukan orang kaya, kenapa harus dirampok? Dan itu kan juga bukan motor bagus, sudah usang dan dekil. Kenapa harus dicuri? Aku ga habis mengerti dan terus menggumam di hadapan anak-anakku.
“Udah yah, tenang dulu. Pasti ada jalan,” Fonda menenangkan. “Yang penting sekarang harus ambil langkah yang tepat. Setidaknya ayah harus segera lapor polisi?”
“Lapor polisi? Percuma saja ga bakalan di cari,” aku pesimis mendengar kata polisi. Ribet dan penuh birokrasi, pikirku.
“Yah, terus gimana? Siapa yang mau melacak kalau bukan polisi? Setidaknya itu ada usaha untuk mencari daripada tidak melakukan apa-apa dan masyarakat jadi tahu kalau di daerah ini tidak aman.”
“Iya sih, terus motor kita bagaimana? Besok kita harus naik apa, ke sekolah, tempat kerja?” aku masih panik.
“Sabar yah, tenang dulu,” Fonda terus menenangkanku yang belum hilang panik dan lemasnya.
Kami semua diam sambil berfikir. Dalam pikiranku, aku sempat berfikir bahwa tempat ini sudah diincar sejak lama oleh maling. Sempat juga terpikir beberapa daftar nama orang yang masuk dalam kategori suspect di otakku. Kejam memang! Otakku mulai berprasangka buruk. Jangan-jangan .... si dia, si dia...
Dalam keheningan dan kegalauan, tiba-tiba fonda menanyakan suatu hal yang mengejutkan, “Yah, Ayah inget nggak?” pertanyaannya membangkitkan lamunanku yang sedang mengembara mencari daftar nama suspect tadi.
“Inget apa Mas?” tanyaku gak bergairah.
“Sebelum berangkat ke Indramayu, ayah kan mamas antar ke sekolahan ayah,”
“Iya, terus?’
“Bukannya...” Fonda sambil menginat-ingat.
“Sebentar Mas, Kamu antar ayah pakai motor itu dan motornya yang satu dititipkan di sekolah ya? Astaghfirullah, kok ayah bisa lupa sih..!” aku kaget sendiri dan tertawa tawa seperti kesurupan. Aku langsung memeluk Fonda dan adik-adiknya. Istriku kebingungan melihat sikapku yang aneh dan mengekspresikan mukannya yang paling konyol yang pernah ada.
“Jadi, motornya ga hilang yah?” tanya istriku.
“Motornya di sekolah, ayah titipkan ke pak satpam! Astaghfirullaah, kok Ayah bisa lupa ya?”
“Ayah...ayah...itu mah bukan lupa, tapi pikuun! gimana sih Yah?” Istriku mengumpat kesal.
“Ya namanya juga lupa. Maklum ayah kan sudah tua. Kalian juga ga ada yang ngingetin kan?” aku membela diri.
Kami semua tertawa gembira. Motor ga jadi hilang. Lingkungan rumah ternyata aman. Besok kerja dan sekolah tidak perlu nyarter ojek atau taxi. Semua berjalan seperti biasa. Aku masih belum bisa memaafkan diri sendiri. Kenapa bisa selupa itu. Aku terlalu panik sebelum aku bisa berfikir secara normal. Aku telah menciptakan korban-korban kepanikan diantaranya adalah anggota keluargaku. Fonda yang seharusnya sedang rapat jadi terganggu, istriku tergopoh-gopoh lari ke rumah pak RT, anak-anakku sibuk menenangkanku, dan untungnya bu RT belum menyebar-luaskan berita itu di warung dekat rumah.
Istriku langsung melapor balik ke bu RT bahwa motor tidak jadi hilang karena kalau berita itu sampai menyebar ke khalayak orang se RT aku pastilah akan jadi bahan tertawaan. Ampuun deh.
Fonda segera ngacir balik ke sekolah melanjutkan rapat OSIS-nya yang barangkali masih tersisa. Sempat dengar cerita Fonda kalau dia cerita kejadian ini ke teman-temannya. Mereka tertawa terbahak-bahak yang intinya menertawakanku. Biarlah. Itulah akhir dari sebuah kepanikan yang tentunya mengorbankan banyak hal dan banyak orang. Setidaknya mengorbankan banyak perasaan.



Istriku Minta Dirayu

Istriku Minta Dirayu
 Banyak hal yang bisa dilakukan seorang suami atau istri untuk mempertahankan kelangsungan ruamah tangganya. Merayunya adalah salah satunya. Memujinya, mungkin itu salah duanya. Masih banyak hal yang lain baik yang membutuhkan modal secara materi atau yang free dan unlimited. Yang terakhir adalah yang paling mudah dilakukan tanpa mengorbankan banyak hal. Tapi apakah kita sering melakukannya untuk pasangan kita masing-masing?
Banyak hal mudah yang bisa kita lakukan tapi kadang kita enggan untuk melakukannya. Padahal itu bisa dilakukan oleh siapa saja dan untuk pasangan jaman old atau jaman now. Singkat kata,  janganlah kita pelit-pelit untuk melakukannnya. Tinggal pilih mau pakai metode merayu atua memuji, semua bisa dilakukan kapan saja. Tapi jangan dikira itu juga semudah itu, salah-salah maksud kita merayu malah dikira menggombal. Karena antara merayu dan menggombal beda tipis. Untuk aku sendiri, kalau disuruh merayu mendingan aku diam karena aku tak bisa merayu, bikin puisi, apalagi pantun. Padahal istriku sendiri di usia pernikahan semakin kesini katanya ingin dirayu, (efek kebanyakan nonton Andre di N…t TV).
“Yah, coba rayuin kita dong!”
“Ih, apaan sih? Ibu kan tahu aku ini orangnya paling tidak bisa ngerayu. Emangnya ibu suka digombalin?” Bantahku.
“Dirayu sama digombalin itu beda,  kali.” Dia yakin dan sok tahu.
“Apa bedanya?” Tanyaku serius.
“Kalau dirayu itu, pernyataannya yang diucapkan berdasarkan fakta dan bisa dibuktikan dengan perbuatan.”
“Kalau digombalin?”
“Kalau digombalin cuma omong kosong doang.”
“Ah, ga mudeng aku,” akupun menyerah. “Eh ibu ini kenapa sih, dulu pernah bilang katanya ibu itu paling tidak suka dirayu cowok, eh sekarang kita sudah berumur malah pengin dirayu, maksudnya apa tuh?”
“Ya beda lah yah. Kalau dulu kita belum nikah, aku memang ga mau dirayu, apapun itu pasti gombal, dan aku ga akan percaya sama cowok yang suka ngrayu. Pasti pembohong! Tapi sekarang kan kita sudah nikah, pastilah ayah ga akan bohongin aku dengan rayuanmu. Kalau bohong, kan tinggal ditinggal pergi!”
Merayu bukanlah pekerjaan mudah buatku. Pernah aku mencobanya beberapa kali dan ternyata rayuannya garing dan malah diketawain. Wah ini istri minta diapain ya? katanya minta dirayu, begitu aku merayu malah ketawa. Sejak saat itu aku kapok merayunya. Aku gagal menjadi perayu karena memang aku tidak berbakat. Menurut kalian apakah aku menyerah, atau aku lebih mencari cara yang aku bisa lakukan? Aku tak mau dikatakan menyerah karena aku punya banyak cara yang bisa kulakukan. Aku lebih suka memuji dengan hasil karyanya.
Suatu ketika, dia bercerita bahwa dia berhasil memerangi dirinya dengan memberikan maaf pada orang yang telah menyakitinya.Aku pun langsung meresponnya.
“I am so proud of you, Hon!” kataku.
Apa sih yah. Apanya yang bikin bangga?” dia balik bertanya.
“Kamu adalah pejuang bagi dirimu dan itu tak mudah loh.”
Dia hanya tersenyum dan berbalik meninggalkanku sendiri di dapur setelah mencubit pipiku.
Aku terdiam melongo.

Ada Bahagia di Kala Macet

Ada Bahagia di Kala Macet
Liburan sekolah yang panjang apalagi bertepatan dengan libur lebaran membuat hampir semua ruas jalan macet. Tempat wisata banyak diserbu turis lokal yang ingin menghabiskan waktunya bersantai dan mencari sekedar udara segar.
Hari minggu di awal Juli ini menjadi pilihan kami untuk sekedar melepas penat dan berekreasi di lokawisata terdekat. Cukup dengan naik sepeda motor dan berkonvoi membuat anak-anak senang. Berenang di air dangkal dengan anak-anak sambil bercengkerama terasa lega. Makan pecel dan minum es teh terasa luar biasa. Sekedar membeli balon buat si kecil sudah membuatnya gembira. Pernak-pernik gelang tidak mahal cukup membuat anak-anak perempuanku sumringah. Tak harus mahal dan semua tampak bahagia.
Pulang dari tempat wisata pegunungan Baturraden yang disemuti pengunjung hari itu, terasa melelahkan. Kami menuruni jalan yang cukup melelahkan diantara himpitan mobil yang merapat bak kumpulan semut yang hendak pindah tempat. Kami berusaha mencari celah diantara mobil-mobil yang berderet rapi tak bisa bergerak. Karena kelelahan sehabis berenang, mataku tak bisa tertahan lagi untuk mengendarai dengan baik. Aku memutuskan untuk menghentikan sepeda motorku dan keluar dari kemacetan. Aku memilih berhenti di depan sebuah rumah yang tampak tak berpenghuni. Di depan rumah tersebut digelar sebuah lapak penjual buah, jeruk dan jambu air. Lelaki penjual itu tampak melamun menatap deretan mobil yang memanjang seperti ular sambil menunggui dagangannya. Tak ada satupun diantara mereka yang membeli buahnya.
Istriku memutuskan untuk membeli sekedar untuk melariskan dagangannya. Tak seberapa banyak yang dibeli tapi cukuplah untuk kami makan sambil beristirahat dan membuat mataku melek lagi. Si penjual tampak senang ketika kami berkomentar kalau jambunya manis dan segar.
Tak lama kemudian, sebuah mobil menepikan kendaraannya tepat di sebelah penjual jambu tadi. Dua orang ibu keluar dari dalam mobil dan langsung menghampiri penjual jambu. Setelah tawar menawar dan cicip mencicip, transaksi pun terjadi. Sebelum berlalu, ada sepeda motor lagi berhenti dan membeli jambunya. Pedagang tampak sibuk. Beberapa mobil yang berhenti menunggu lallulintas melaju ada juga yang akhirnya menepikan mobilnya dan membeli jambu. Penjual tampak kerepotan namun senang. Banyak yang berhenti dan membeli jambunya. Sampai jambu yang kami belipun habis dimakan dan pada saat kami hendak pulang pun masih ada pembeli yang datang. Alhamdulillah. Kami sungguh merasa bahagia melihat pemandangan ini. Sungguh kebahagiaan yang luar biasa. From Home with Love #2

Sungguh Indah Rencana Tuhan

Sungguh Indah Rencana Tuhan

“Laki-laki, perempuan, perempuan, laki-laki!” Jawabku dengan bangga ketika suatu ketika ditanya teman lama atau saudara yang lama tak jumpa mengenai berapa banyak anakku.

“Wah, senangnya! Sudah dapat 2 pasang, ya!” begitu komentar lanjutannya. Dua pasang? Emang burung merpati? Jawabku dalam hati saja.

“Iya. Alhamdulillah, masih diberi kepercayaan sama tuhan untuk menambah anak satu lagi.” Jawabku menunjukan rasa syukur yang mendalam.

Kami bukan warganegara yang terlalu patuh dengan anjuran pemerintah dengan motto Dua Anak Cukup. Maafkan kami pak presiden, kami termasuk penyumbang kepadatan penduduk di negeri ini. Tapi semua itu bukan kami yang merencanakan. Tuhan yang mempunyai rencana dan berkehendak maka terjadilah pada keluarga kami. Tugas kami adalah melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya.

Teringat 19 tahun yang lalu. Ketika anak pertama kami terlahir, laki-laki, alangkah kami sangat bahagia mendapat kepercayaan itu. Tetapi alangkah indahnya rencana Tuhan pula bahwa pada saat itu ternyata kami berdua belum siap untuk mengemban amanah itu dengan baik. Kondisi ekonomi negara sedang terpuruk. Aku di PHK dari perusahaan di mana aku bekerja. Terpuruklah kondisi ekonomi keluargaku. Aku harus menghidupi keluarga baruku dengan susah payah berjualan kelilingan dengan keuntungan tak seberapa. Besar pasak daripada tiyang, itulah yang terjadi. Penyangga ekonomi keluarga hampir roboh. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi merantau ke negeri tetangga, Malaysia, untuk mencari Ringgit karena Rupiah tidak bisa diandalkan lagi di tahun 1998. Namun apa daya, kesehatanku tidak mengijinkanku pergi meninggalkan keluarga dengan hasil check Medikal dan aku terkena flek paru-paru. Saat itu si kecil jagoanku sedang belajar menunjukan beberapa kebolehan seperti berjalan dan mengucap kata-kata lucunya di usia 14 bulan.  Sungguh sangat menggemaskan.

Dan rencana gila pun muncul dari istriku. Dia meminta ijinku untuk meninggalkan aku yang sedang terpuruk secara ekonomi dan meninggalkan si jagoan kecilku yang menggemaskan itu. Semua seperti mimpi. Semua seperti terhipnotis dengan rencana itu. Tak ada maksud buruk sedikitpun dari rencana itu. Semua demi keselamatan keluarga termasuk demi masa depan si kecil jagoanku. Saat itu, di tahun penuh krisis di segala bidang, tidaklah mudah bagiku untuk mencari pekerjaan setelah masa PHK. Singkat cerita, pergilah sang ibu dengan meninggalkan si jagoan kecilku yang baru 14 bulan ke negeri sebrang di Taiwan. Menjadi Pembantu rumah tangga di negeri Taiwan selama hampir 2 tahun bukan waktu yang singkat. Dia rela meninggalkan kelucuan si jagoan kecil yang sedang menggemaskan dan melewati masa-masa pertumbuhan si kecil selama kurun waktu itu. Sungguh menyesakkan dada.

Kini di usia kami yang sudah di atas 40 kami diberikan kepercayaan lagi untuk dapat merasakan merawat dan mendidik anak laki-laki kedua dengan jaman yang sudah berbeda dan kondisi ekonomi yang lebih baik. Aku sudah menjadi guru dan istriku, yang mantan TKW di Taiwan, sekarang menjadi seorang PNS. Kami tidak lagi mengeluhkan bahwa rencana tuhan waktu itu buruk. Ternyata rencana Tuhan waktu itu benar-benar indah seperti kalimatku sebelumnya. From Home with Love #2




Nanti Aku Jadi Pendek

Nanti Aku Jadi Pendek



Setiap orang pasti punya keinginan untuk memiliki sesuatu pada masa-masa tertentu. Begitu pula halnya dengan anak-anak. Dari ketiga anak-anakku, semuanya mempunyai cara yang berbeda ketika mereka menginginkan sesuatu.

Anak pertamaku misalnya, ketika membutuhkan sesuatu dia akan menyampaikannya dengan sangat hati-hati. Pertama, dia akan menyusun kalimat prolog sedemikian rupa sehingga terdengar enak di telinga dan menarik perhatian orang tua. Kedua dia akan menceritakan secara runtut dari  faktor kebutuhan untuk apa, badget yang akan dikeluarkan, dan penting tidaknya barang atau keperluan itu sehingga harus mengeluarkan uang cukup banyak dan kapan dia harus mendapatkannya. Atau lebih ke alur sebuah proposal yang harus menggunakan What, When, Why, dan How much.

Lalu anak keduaku, Syawa, saat dia membutuhkan sesuatu yang kiranya menurut dia penting ataupun tidak penting, dia akan menuntut sesegera mungkin kebutuhan tersebut harus dipenuhi walaupun hasilnya tidak seperti yang dia inginkan. Karena kondisi misalnya keuangan tidak memungkinkan pada akhirnya harus kecewa dan menelan kekecewaannya sendiri.

Ini dia yang ingin aku ceritakan yaitu anak ketiga kami, Najma. Ketika itu dia masih di kelas 3 SD.

Suatu hari sepulang sekolah, waktu itu aku menjemputnya dengan sepeda motor. Di atas kendaraan dia berkeluh.

“Yah, aku takut nanti aku jadi pendek.” Keluhnya

“Lho kenapa takut?”

“Soalnya Najma setiap hari gendong tas sekolah berat banget,” katanya lagi.

“Memangnya kalau setiap hari gendong tas berat trus jadi pendek?”

“Iya, kan ketika tubuh ini sedang bertumbuh tapi dibebani beban berat kan jadi ga bisa tumbuh,” dia berargumen.

Tampaknya cukup masuk akal.

“Trus jadi, ayah harus bagaimana?”

“Ya, gimana ya?” dia balik Tanya.

“Kok malah tanya, ade maunya gimana?”

“Ade maunya pakai tas yang ga digendong, yang diseret pakai roda itu lho yang..kaya teman-temanku itu lho Yah”

Aku hening sejenak sambil terus mengendalikan sepeda motorku hingga membentur tanggul jalan perumahan hingga menjundal.

”Oh iya yah.. tapi mereka kan sekolahnya naik mobil, jadi tidak masalah kalau bawa tas seret beroda itu, kalau Najma pakai motor bagaimana bawanya?”

“Ya bisa saja yah, di taruh di depan,”

Aku bengong lagi sambil terus membelokan motor ke kanan ke arah jalan perumahan, hampir sampai rumah.

Dua hal yang ada di otakku, pertama; dia ingin punya tas baru yang pakai roda dan tinggal geret, kedua, dia memang benar-benar takut jadi pendek gara-gara setiap hari gendong tas berat. Mana yang benar aku tidak tahu persis. Tapi setidaknya dia sudah jujur dan belajar menganalisis dan berpendapat, itu yang penting yang aku dapatkan dari peristiwa hari itu. Selain argumennya yang cukup masuk akal, dia sudah memiliki keberanian dengan belajar berargumen. From Home With Love #2





Uang Kembalian

Uang Kembalian
Pagi itu ribetnya tingkat dewa. Sebenarnya sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Kami berdua, sebagai ayah dan ibu banyak disibukan dengan aktifitas rutin yang super sekali. Dari bangun pagi Ibadah, membangunkan anak-anak,  menyiapkan pakaian, sarapan dan bekal anak, dan sekarang aktifitas pagi bertambah setelah adanya si kecil Ahlan, yang harus dimandiin, disiapin pakaiannya, makanannya dan perlengkapan ini itu untuk dibawa ke sekolah penitipan balita. Serta masih banyak lagi ritual lainnya seperti buang air besar dan mandi yang biasanya harus diabsen satu-satu karena kami hanya memiliki 1 kamar mandi untuk 6 orang. Dan kami harus menerapkan budaya antri di rumah. Hiruk pikuk persiapan berangkat beraktifitas kadang lancar kadang tidak tergantung pada kesiapan personil masing-masing. Ada saja seperti tidak ditemukannya barang-barang kecil menggemaskan seprti kaos kaki, topi sekolah, dasi, bahkan buku pelajaran. Untungnya pagi itu beres. Semua siap. Ribet sih, tapi kami senang melakukan semua itu.  
Ketika semua anggota mau check out, tiba-tiba Najma teringat bahwa hari itu harus beli buku Agama. Sang ibu jadi panik karena uang pecahan sudah tak ada. Diberikannyalah uang pecahan 20 ribuan ke Najma.
“Kayaknya harganya tak sampai 20 ribu lho Dhe,” pesan ibunya.
“Iya Bu.”
Kami pun take off ke tempat aktifitas masing-masing.
Sorenya, setelah kami semua berkumpul, tak lupa ibu menanyakan Ade perihal uang kembalian tadi pagi.
“Mana uang kembaliannya, Dhe?”
“Anu, Bu. Tadi aku kan haus, jadi sisa uang beli buku Agama aku beli minuman,” jawabnya jujur.
“Lho kok buat jajan, bukannya Ade sudah dikasih uang sangu?” Sang ibu menegaskan.
“Iya bu maaf. Tadi ade..”
“Ibu tahu. Ade haus tapi ade tidak seharusnya pakai uang kembalian itu untuk beli jajan. Ade tunjukan dulu sisa uang beli buku itu ke ibu, baru ade boleh minta ijin beli jajan. Pasti ibu kasih.”
“Tapi kan Cuma dua ribu,” bantah dia.
“Memang sih cuma uang dua ribu. Itu tidak seberapa Dhe. Tapi ade sudah memakai uang yang bukan haknya.”
“Itu namanya korupsi ya Bu?”
“Nah itu Ade tahu. Korupsi kelas ikan teri. Tapi tetap saja namanya korupsi.  Intinya Ade ga boleh pakai uang yang bukan haknya. Toh ade kan sudah dikasih uang sangu sama bekal makanan juga.”
“Iya bu, ade salah. Ade minta maaf. Lain kali ibu ngasih uangnya uang pas saja ya biar ade gak korupsi,” Ade mengusulkan.
“ Ya kalau ada uang pas. Kalau ga ada gimana?”
“Kan ibu bisa tukar dulu”
“Iya, Oke deh. Tapi bukan begitu Dhe. Itu namanya tidak korupsi karena tidak ada kesempatan. Ada atau tidak ada kesempatan, korupsi itu tetap saja tidak boleh. Kalau uang kembalian itu kamu kembalikan ke ibu, itu namanya kamu hebat, sudah belajar bertanggung jawab. Korupsi itu bisa dihindari kalau kita punya keimanan yang kuat dan memiliki rasa tanggung jawab baik kepada Tuhan maupun kepada orang yang memberikan amanah kepada kita. Kalaupun ada kesempatan kita tetap harus kuat untuk tidak melakukannypunya. Ade harus belajar! Dan belajar yang paling baik adalah memprakteknannya. Bukan sekedar tahu teorinya.”
 Ade terdiam dan paham. Matanya berkaca-kaca dan sang ibu langsung memeluknya. From Home with Love #2