Sabtu, 02 Februari 2019

Saya Merasa Puas Setelah Membelah Tubuh Orang

Bapak itu berumur sekitar enam lima atau tujuh puluhan. Dia duduk di seberangku di gerbong 7 sewaktu aku hendak ke Semarang. Aku hanya mengangguk dan mempersilahkan Bapak itu duduk. Penampilannya rapi, bugar dan sehat. Wajahnya masih menyimpan garis ketampanan dan tampak piyayi. Dia memakai topi dan mengalungkan tas kecil di pinggangnya. Begitu duduk Bapak itu langsung mengeluarkan buku kecil berisi doa-doa. Akupun tak berani menyapanya karena dia tampak asyik dengan bacaannya. Setelah selesai membaca Bapak itu pun tampak bingung lalu kami pun saling bertegur sapa untuk memecah suasana karena di situ hanya ada kami berdua.
Dia banyak bertanya padaku. Aku ceritakan tujuanku ke Semarang. Dia banyak bertanya mengenai keluargaku dan profesiku. Sempat juga dia menanyakan tentang sekolahanku di Purwokerto. Dia sempat bercerita bahwa salah satu keponakannya juga ada yang menjadi guru.
Setelah dia kehabisan bahan pertanyaan untukku, giliranku menanyakan tentang dia. Dia bilang dia seorang pensiunan. Tujuh tahun yang lalu dia sudah purna tugas mengabdi pada pemerintah bekerja di rumah sakit sebagai dokter bedah. Ternyata dia seorang pensiunan dokter bedah. Dia sempat bercerita juga kalau putrinya saat ini sedang mengambil spesialis bedah tulang. Gila, pikirku! Bukannya ahli bedah tulang biasanya laki-laki? Aku cukup tercengang mendengarkan ceritanya. Keluarga macam apa ini, pikirku. Bapak sama anaknya sukanya bedah-bedah orang!
Lalu akupun menanyakan kegiatan semasa pensiun setelah puluhan tahun menjadi dokter bedah. Dia bilang di masa pensiun saat ini dia juga masih bekerja di rumah sakit swasta. Saya sempat terkejut, setua ini masih bisa jadi dokter bedah? Apa tidak takut malpraktek karena faktor usia yang barangkali sudah gemetaran, tidak bisa fokus lagi dengan penglihatan atau daya tahan tubuhnya menurun saat operasi? Dia bilang dia masih kuat melakukan operasi hingga empat jam, walaupun kadang sambil duduk.
“Apa bapak tidak cape? Bukannya lebih baik bapak istirahat dan menikmati masa pensiunnya di rumah?” tanyaku penasaran.
“Kalau saya pensiun dan berdiam diri di rumah, mungkin sekarang saya sudah stress dan pikun,” jawabnya dengan senyumnya yang meyakinkan.
“Bisa stress, memangnya kenapa Pak?” tanyaku lagi.
“Saya itu kalau sudah membedah dan menjahit rasanya sudah lega. Rasanya sama saja seperti refreshing.  Saya sudah mendapatkan kepuasasn batin. ” Jawabnya dengan tenang. Ini dokter bedah apa psikopat, pikirku. Membelah-belah badan orang kok dibilang refreshing. Sungguh mengerikan!
“Kok bisa seperti itu pak?”
“Karena saya mengerjakan pekerjaan membedah itu dengan hati. Saya sangat menikmati pekerjaan saya. Dan saya merasa puas kalau pasien yang saya bedah itu bisa sembuh dari penyakitnya. Mungkin itu yang membuat saya tidak merasa lelah. Karena tidak ada tekanan atuapun paksaan.” Jelasnya.
Aku terdiam dan memandang raut bapak itu yang di beberapa titik sudah keriput namun masih tampak bugar dan sehat. Sungguh luar biasa Bapak ini. Seandainya semua dokter seperti bapak ini, mungkin para pasien tidak perlu khawatir dan gelisah apabila sanak familinya sedang dioperasi karena dokter yang bertugas sungguh mencintai pekerjaannya. Aku berpikir bahwa pekerjaan apapun apabila dilakukan dengan penuh cinta insyaallah akan berbuah baik.


Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

2 komentar:

  1. Perjalanan yg mengesankan ya Pak. Punya teman ngobrol yg beda profesi jadi membuka wawasan kita ttg pekerjaan bidang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Ibu, sungguh luar biasa bisa bertukar pengalaman.

      Hapus