Jumat, 01 Februari 2019

Every Child is Special



Pernahkah anda sebagai orang tua merasa khawatir dengan prestasi belajar putra-putrinya di sekolah?
Adalah sangat wajar kalau orang tua sering merasa khawatir kalau anak-anaknya gagal dalam mengikuti mata pelajaran di sekolah. Kita akan marah dengan melihat hasil ulangan harian anak-anak kita yang sering di bawah KKM. Kita akan merasa sangat cemas ketika ranking anak kita ada pada posisi bawah. Atau bahkan kita akan merasa sangat terpukul dan malu ketika anak kita terpaksa harus tidak naik kelas.
Mungkin anda pernah menonton film India yang berjudul‘TareeZamen Par’atau Every Child is Special. Film inspiratif yang mengisahkan perjalanan seorang anak berusia 9 tahun bernama Ikhsaan Awasthi yang menderita kelainan dyslexia. Anak tersebut tidak mampu membaca seperti anak-anak normal lainnya. Ketika membaca, huruf-hurufnya seperti menari-nari dan tidak bisa merangkainya menjadi kata-kata atau kalimat yang bermakna. Sayangnya orang-orang di sekitarnya tidak ada yang mengetahui kalau anak tersebut memiliki kelainan. Orang tuanya, gurunya, dan teman-temannya menganggap bahwa Ikhsan adalah hanya anak yang bodoh dan malas. Hingga akhirnya orang tuanya harus memutuskan untuk menyekolahkannya di boarding school. Di usianya yang baru 9 tahun, Ikhsan terpaksa harus berpisah dengan orang tuanya dan kakaknya. Dengan alasan kesuksesan masa depan yang penuh persaingan. Dengan bersekolah di boarding school orang tua Ikhsan berharap anaknya dapat berubah menjadi anak yang pintar dan mampu bersaing secara normal.
Keberadaannya di boarding school, Ikhsan tidak mengalami perubahan yang diharapkan. Para guru dan kepala sekolah kewalahan dengan kondisi Ikhsan yang tidak mampu berbuat apa-apa dengan nilai-nilainya. Mereka pesimis kalau Ikhsan bisa menyelesaikan studinya di tahun pertama di sekolah tersebut.
Namun pada akhirnya, Ikhsan mengalami perubahan yang sangat pesat dalam sekolahnya. Seorang guru baru (guru Kesenian) akhirnya mampu berbuat sesuatu yang di luar dugaan. Dia adalah seorang guru yang berhasil menemukan kelainan ikhsan dan berusaha keras untuk bisa merubah Ikhsan menjadi anak yang benar-benar mampu dalam bidang seni dan juga akademis walaupun dia harus ditentang oleh kepala sekolah, guru, dan bahkan orang tua Ikhsan sendiri. Dengan ketekunan serta keyakinannya guru tersebut mampu membawa ikhsan pada perubahan yang  cukup membuat semua orang tercengang. Ternyata Ikhsan memiliki kecerdasan di atas rata-rata dan merupakan anak yang bisa berprestasi dengan gemilang. Hanya saja dia memiliki cara belajar yang berbeda.
Beberapa hal yang dapat kita pelajari dari sinopsis  film tersebut bahwa sebagai orang tua, sangatlah wajar kalau kita berharap memiliki anak yang mempunyai kemampuan akademis yang baik, anak yang mampu bersaing di kelas dan mendapat kan peringkat yang baik.
Kekhawatiran juga banyak diekspresikan orang tua dengan melarang anaknya untuk mengikuti kegiatan organisasi atau ekstrakurikuler berlebihan yang dapat mengganggu prestasi akademiknya. Angka-angka pada nilai ulangan atau nilai raport menjadi hal yang terpenting dan menjadi sebuah ukuran keberhasilan atau kegagalan.
Namun sayangnya kadang yang kita harapkan seperti di atas tidak semua bisa kita dapatkan dari anak-anak kita. Tidak semua anak memiliki kemampuan akademis yang luarbiasa. Tidak semua anak mampu memecahkan soal-soal matematika dengan baik, tidak semua anak mampu membuat struktur kalimat dengan baik, tidak semua anak memiliki daya ingat yang kuat sehingga mampu untuk menghafalkan rentetan kejadian dalam pelajaran sejarah misalnya.
Kita sering tak dapat melihat kemampuan atau bakat yang ada dari anak kita sendiri. Karena sebenarnya setiap anak pasti memiliki kemampuan atau bakat yang kadang tidak terlihat. Sedangkan paradigm orang tua sudah dipenuhi dengan angka dan peringkat. Tugas kita sebagai orang tua atau guru harus mencari kelebihan anak kita yang tak tampak tersebut. Mengapa bakat yang dimiliki anak tidak dapat berkembang dengan semestinya? Mungkin karena tidak mendapat dukungan atau respon dari orang yang terdekat. Atau ada faktor penghambat yang tidak diketahui orang tua. Atau kita harus mencari cara belajar yang tepat bagi anak-anak kita. Karena setiap anak memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga cara belajarnyapun pasti berbeda.
Orang tua secara tidak sadar sering underestimate bahwa bakat yang dimiliki anak tidak akan mampu untuk bersaing di dunia yang kompetitif. Sebagai contoh, anak lebih suka menggambar daripada mengerjakan soal matematika atau anak lebih suka menari dibandingkan mengerjakan PR sekolahnya. Tidak sedikit orang tua yang mencemaskan kondisi anak anaknya tersebut bahkan banyak yang memarahinya. Secara tak sadar kita telah mengebiri bakat yang dimiliki anak-anak kita. Anak-anak akan merasa terkekang dan akhirnya anak akan membenci sesuatau yang tadinya menjadi bakatnya dan gagal pula di kelasnya karena minat yang tidak dimilikinya. Keinginan-keingniananya terbentur oleh orang tua yang tidak mau mengerti dan tetap menuntut peringkat dan angka.
Kita harus meyakini bahwa tidak ada anak yang bodoh karena setiap anak pasti memiliki keistimewaan. Hanya saja kita harus mau belajar dan bersabar untuk mencari sesuatu yang anak kita miliki yang mungkin tidak terlihat secara jelas seperti kisah film India tadi. Kita harus percaya bahwa setiap anak memiliki keistimewaan (Every Child is Special). Dan kita harus sepenuhnya mendukung agar mereka benar-benar menjadi istimewa.
Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

0 comments: