Ketika kecil dulu, hujan adalah momen yang sering ditunggu-tunggu oleh anak-anak seusiaku. Berbasah-basahan sambil main perang-perangan di derasnya hujan menjadi kebahagiaan tersendiri. Kami berlarian dan berkejaran dijalan licin yang waktu itu memang tak beraspal, lempar-lemparan tanah liat bak granat yang siap menembus dada lawan dalam perang. Menebas dan menusuk lawan dengan pedang dari pelepah pisang bagaikan adegan film laga Antonio Banderas melawan musuhnya, atau Jet Lee yang tangguh dengan jurus kungfunya, sambil mengusap peluh yanag memenuhi wajah karena air hujan. Masa-masa ini benar-benar indah dan tak terlupakan.
Kini, ketika aku punya anak sendiri, begitu takutnya melihat hujan terlebih ketika anakku harus menyentuh air hujan. Begitu awan hitam sudah bergelayut di langit sana, aku sudah teriak-teriak mengingatkan mereka untuk segera mencari perlindungan, masuk ke dalam rumah dan mengeluarkan banyak dalih seperti masuk angin, bahaya ada petir, dan semacamnya. Beberapa kata ancaman ataupun cara untuk menyelamatkan si buah hati dari bahayanya air hujan yang turun dari langit. Seolah aku lupa bahwa dulu aku tidak pernah mendapatkan larangan ataupun peringatan bahaya dari ayah ibuku saat bermain dalam hujan. Mereka membiarkanku mengekspresikan kegembiraan di dalam hujan. Mungkin mereka terkesan tidak peduli atau tidak menyayangi, tapi itulah yang mereka bisa lakaukan bahwa alam adalah sahabat mereka termasuk anak anak. Mungkin mereka hanya berfikir sederhana saja, bagaimana mereka bisa melanjutkan jejak karir mereka sebagai petani kalau anak-anakanya takut sama hujan? Bukankah hujan itu sahabat para petani yang selalu ditunggu untuk menumbuhkan batang-batang padinya?
Orang tua jaman sekarang banyak yang terlalu khawatir dengan anak-anaknya, banyak mengekang dan melarang anak untuk melakukan ini dan itu. Kembali ke hujan, apa salahnya kalau kami sekarang membiarkan anak-anak kami bermain di dalam hujan, selama tidak ada banyak petir bergemuruh dan menyambar, bukankah air hujan aman jika mengenai tubuh kita? Atau mungkin kandungan air hujan di jaman now berbeda dengan kandungan air hujan di jaman dulu? Atau rasa khawatir kami yang berlebihan saja? Tetapi, aku kan juga bukan petani seperti bapakku dulu, yang menginginkan anak-anakku mengikuti jejakku jadi petani. Jadi aku ga salah-salah amat melarang anakku bermain hujan-hujanan. Tetapi juga, bapakku tidak salah-salah amat kalau ternyata anaknya yang diharapkan untuk melanjutkan jejak karirnya menjadi petani ternyata tidak juga mengikuti jejak karirnya karena telah menentukan pilihannya sendiri untuk berkarir dan bapakku pun tidak melarangnya.
Kalau bisa disimpulkan, aku merasa lebih beruntung dibandingkan anak-anakku. Dulu aku sempat bermain di dalam hujan walaupun tidak bisa melanjutkan karir bapakku menjadi petani, sementara anak-anakku tidak memiliki kesempatan untuk bermain dalam hujan dan mungkin juga aku akan melarang mereka ketika mereka ingin berkarir jadi petani seperti bapakku. Susah juga ya jadi anak sekarang.
#warninguntukparentsjamannow
Betul Mr. G, saya juga sempat merasakan itu berlari-larian mandi air hujan hehheh rasanya ada kebahagian tersendiri ya
BalasHapusHahaha...Indahnya masa kecil kita. Semoga anak-anak kita bisa merasakannya dengan keindahan yang lain. Thank you Ms. Lusy, sudah berkenan membaca.
HapusKeren, Mr. G.
BalasHapusSaya jadi flashback mengenang masa-masa itu.
Menjadi pertanyaan juga, nantinya akan menjadi tipe orang tua yang mana, ya? Dua-duanya tentu punya alasan masing-masing.
Terimakasih sudah membaca tulisan ini. Semoga bisa menjadi ortu yang terbaik dengan cara apapun. Maaf tidak tercantum namanya ini Ms /Mr siapa? Thank you.
HapusMasya allah.. Mr G. Cerita menarik dibalik hujan air ini. Bagaimana kalau hujannya uang ya.. LOL
BalasHapusCepat kaya nanti Bu..wkkk
HapusHujan-hujanan dilihat dari 2 perspectives... setiap perspective ada pengikutnya dan tergantung latar belakang budaya dan pendidikan...
BalasHapusMenarik....
Keep writing!
Thank you Bu Capri atas supportnya.
HapusSaya juga masih sering hujan-hujanan sir. Mau mantelan tanggung. wkwk...
BalasHapusTerima kasih untuk reminder nya sir.
Wkk...Kalau ini mah beda..Ujung-ujungnya nyesel..hahah
HapusThànk you Mr. Didik sudah berkunjung.
Selalu berkesan setiap membaca coretan Suhu yang satu ini.. luar biasa Mr G
BalasHapusThank you Mas Imam. Ditunggu tulisannya.
HapusJadi terinspirasi kenangan masa kecil saat musim hujan... 😃
BalasHapusJadilah sebuah tulisan. Keren Ms. Arinta.
Hapus