Selasa, 11 Mei 2021

Jangan 'Baper' Baca Tulisan Ini!


Beberapa hari yang lalu, saya telah mencoba menulis tentang kata gaul 'mager'. Kali ini saya akan menulis lagi kata gaul yang lain seperti judul di atas 'baper'. Kata baper juga sudah masuk dalam KBBI, ba.per /bapĂȘr/ yang merupakan akronim dari (ter)bawa perasaan dan memiliki arti berlebihan atau terlalu sensitif dalam menanggapi suatu hal. Sengaja saya pilihkan kata-kata tersebut karena sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Sebenarnya bahwa apakah baper itu penting atau tidak untuk dibahas? Itulah yang mungkin sedang menggelisahkan saya sehingga saya memilih topik ini untuk belajar konsisten menulis. Atau mungkin saat ini memang saya sedang baper, bisa jadi.  

Kalau ditiik dari maknanya, baper memang sudah merupakan salah satu diantara sifat yang ada pada diri setiap orang. Hanya mungkin kadar atau kapasitas kebaperan dari setiap orang berbeda-beda. Begitu pula dalam menyikapi masalah, setiap orang akan memiliki cara dan kemampuan berbeda-beda.

Baper bisa terjadi pada siapa saja dan tidak membedakan baik itu jenis kelamin, usia, maupun posisi seseorang. Namun banyak yang mengatakan bahwa perempuan lebih sering baper daripada laki-laki. Mungkin ini hanya sekedar asumsi atau praduga saja tetapi karena itu merupakan pendapat orang ya, sah-sah saja. Tetapi menurut Pakar Psikolog, Marissa Harrison, yang saya kutip dari kumparan.com bahwa perempuan merupakan makhluk yang perasa dan peka sehingga membuat perempuan lebih menggunakan perasaannya dibandingkan logikanya.

Begitu pula menurut hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti di University of Basel Switzwrland mengungkapkan bahwa pada otak anak laki-laki memiliki volume insula anterior atau volume materi abu-abu yang tumbuh lebih besar pada bagian yang menyebabkan perilaku kurang peka terhadap perasaan dan emosi. Sehingga dimungkinkan bahwa perempuan memang lebih memiliki kepekaan dan emosional dibandingkan laki-laki. Nah untuk para perempuan yang baca ini mohon untuk tidak baper dulu karena faktanya banyak juga laki-laki yang suka baper.

Seperti yang sudah saya tuliskan di atas bahwa baper juga bisa dialami oleh siapa saja dan tidak hanya berdasarkan jenis kelamin. Menurut psikolog Bona Sardo, MPsi, dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang saya kutip dari https://health.detik.com., bahwa baper umum terjadi pada seseorang yang sudah memasuki fase lanjut usia (lansia) atau baru pensiun. Meski begitu, bukan berarti semua orang yang memasuki masa lansia akan mengalaminya. Hal ini tentunya tidak terjadi pada semua orang karena ada hal-hal lain yang mempengaruhi seperti jabatan, kekuasaan, kehormatan, kepribadian dan masa adaptasi. Nah, pada masa adaptasi ini seseorang juga akan mudah marah dan sensitif karena sebelumnya memiliki jabatan atau kekuasaan dan saat ini sudah tidak produktif lagi. 

Lalu, apakah baper itu bisa dikategorikan sebagai sesuatu yang buruk, baik, menguntungkan, merugikan atau merupakan hal yang wajar-wajar saja? Kalau melihat dari definisinya bahwa baper bermkna memiliki arti berlebihan atau terlalu sensitif dalam menanggapi suatu hal, maka tentunya sesuatu yang berlebihan ketika menanggapi sesuatu hal itu merupakan tindakan yang kurang menguntungkan. Karena dengan berlebihan dalam menanggapi sesuatu seseorang kadang akan kehilangan nalarnya untuk berfikir secara logis sehingga perasaannya akan mendahului logikanya. 

Selain itu, kita juga sering menjumpai atau bahkan mengalami sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi banyak masalah atau dalam kondisi tersudut, biasanya kita sangat mudah terpicu untuk baper. Begitu pula orang yang sedang mengalami krisis tidak percaya diri akan sangat mudah terpancing untuk baper.

Salah satu akibat yang mungkin ditimbulkan ketika seseorang dalam keadaan baper dan dia harus memutuskan sesuatu maka keputusan yang dia buat dengan tanpa mempertimbangkan nalar yang baik hasilnya akan kurang menguntungkan. Sehingga setelah masa baper itu lewat, bisa terjadi penyesalan yang mendalam atas keputusannya itu. 

Dalam kondisi baper seperti ini sangat memungkinkan bagi kita untuk melakukan hal-hal yang di luar kendali nalar kita. Seperti memutuskan sesuatu dengan tergesa-gesa, berkata kasar di status sosial media, atau marah-marah pada orang lain yang bukan sasarannya. Al hasil, permasalahan baru akan mungkin ditimbulkan ketika kita tidak bisa mengendalikan kebaperan kita. Selain itu, tentunya kita juga tidak mau dikatakan bahwa kita termasuk orang yang baperan. Bukankah tidak enak menyandang gelar baperan.    

ayosugiryo.blogspot.com










Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

4 komentar:

  1. Baca tulisan ini sih tdak baper. Namun jika tulisan bernada provokatif atau memfitnah, waow, emosi membubung tinggi. Baperlah itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Pak. Kayaknya memang baper itu sebenarnya milik setiap orang..hehe..

      Hapus
  2. Good writing Mr. Ayo, nice to read it.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih Pak Yon's. Masih sedang belajar menulis Pak. Hehe..

      Hapus