Selasa, 04 Mei 2021

Berjuang melawan 'MAGER'


Banyak istilah kekinian yang akhir-akhir ini sering mampir ke telinga kita dan kadang datangnya pun tanpa sengaja. Termasuk satu kata ini yang cukup menggelitik bagi telinga saya waktu itu. Kata, 'mager' yang pertama kali saya dengar ternyata sudah sering dipakai oleh sebagian besar anak muda dan bahkan mungkin juga orang tua. Saya pun mencoba menebak artinya karena terasa asing dan cukup menggelikan. Saya pikir kata itu berasal dari kata pager/pagar sehingga bermakna memberi pagar atau memagari, misal tanaman. Dan ternyata itu salah besar. Karena kata mager merupakan akronim dari malas (ber) gerak. Karena kepo dan ingin memastikan status kata tersebut, saya mencoba browsing di internet dan ternyata sudah masuk dalam KBBI dan benar adanya. Kata (ma.ger /magêr ) berasal dari kata malas (ber)gerak; yang berarti enggan atau sedang tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas
Saat ini popularitas penggunaan kata baru dan gaul sudah menjadi pilihan terutama bagi kaum muda untuk mengekspresikan perilaku mereka sesuai dengan makna kata itu. Kata mager yang sering kita gunakan dan kita tahu maknanya ini sering menjadi senjata bagi seseorang untuk memberikan alasan pada orang lain untuk tidak melakukan sesuatu. Hal ini menjadi sangat lumrah dan umum ketika dimana-mana kita menjumpai seseorang dengan sangat mudahnya mengungkapkan kata ini. Seseorang memang bisa saja dihinggapi rasa malas untuk melakukan sesuatu dan kehilangan kreatifitas. Namun kalau dicermati, semakin sering dan mudahnya sesrorang menggunakan kata itu, dapat diasumsikan seseorang semakin menunjukan ketidakberdayaannya untuk beraktifitas apalagi berkreasi untuk menghasilkan sesuatu.  
Seperti virus, kata ini akan menggerogoti sel-sel otak kita dan akan terus memberikan sedikitnya pembenaran untuk tidak melakukan aktifitas sebagaimana seharusnya. Seseorang dengan kekebalan rendah untuk melawan virus mager ini akan terus terjebak ke dalam kemalasannya. Sedangkan tuntutan untuk berkarya dari dalam maupun luar diri kita semakin tinggi. 
Berbicara tuntutan berkarya bagi anak muda khususnya menjadi sangatlah penting. Mereka seharusnya melakukan kreatifitas sehingga mampu memeberikan arti bagi kehidupannya sendiri di masa depan dan jika mungkin bagi kehidupan orang banyak. 
Sebenarnya sudah banyak contoh anak-anak muda kreatif yang mampu menciptakan kesuksesannya sendiri. Kesempatan terbuka sangat luas di jaman yang serba online ini. Mereka yang kreatif bisa menciptakan lompatan-lompatan jauh ke depan dan tidak harus berpendidikan formal tinggi. Mereka termasuk orang kreatif yang mampu menangkap peluang ini dan terus menggali kreatifitas dengan berbagai upaya untuk tetap eksis dalam berkarya. 
Katakanlah seorang Youtuber misalnya. Seorang Youtuber tidak hanya sekedar membuat rekaman video, lalu edit, lalu upload, selesai. Untuk mendapatkan satu orang subscriber tidak semudah share link ke teman di WAG, kemudian minta dilike, share, dan subscribe. Tidak sesederhana itu. Mungkin itu bisa dilakukan oleh youtuber pemula atau youtuber coba-coba. Youtuber sejati harus memikirkan konten yang tepat dan bertanggungjawab atas subscribernya yang sedang menunggu konten selanjutnya. Para subscriber dengan meng-klik tombol subscribe berharap akan mendapatkan konten yang lebih menarik selanjutnya dari seorang Youtuber. Disitulah, Youtuber bekerja memeras otak untuk membuat konten kreatif selanjutnya. Nah, jika seorang youtuber sudah dihinggapi virus mager, bagaimana nasib jutaan subscriber yang sedang menanti di luar sana.
Begitu burukkah kata mager bila sudah menjangkiti orang-orang dari berbagai profesi sehingga kreatifitas tidak akan muncul lagi? Mungkin tidak seburuk yang kita pikirkan. Tetapi kalau mager itu sendiri sudah melekat menjadi karakter pribadi seseorang mungkin menjadi benar adanya. Katakanlah bila seorang siswa sudah terjangkit virus mager, bagaimana dengan tugas-tugas sekolahnya dan bagaimana tanggung jawab mereka terhadap orang tua yang menyekolahkan. Itu kalau seorang siswa. Nah, bagaimana kalau seorang guru dijangkiti kata mager pula? Mungkin siswa akan lebih suka untuk bermain game karena bosan dengan gaya mengajar yang itu-itu saja. Lalu, bagaimana kalau seorang kepala keluarga dijangkiti oleh virus mager?  Bukankah akan banyak anak-anak yang kelaparan karena ayahnya tidak mau cari nafkah. Mungkin itu hanya segelintir contoh saja. Bisa dikatakan bahwa virus ini memang cukup berbahaya, mungkin lebih ganas dari Covid 19.
Kita tidak perlu terlalu khawatir dengan kata mager. Namun yang penting adalah menghindari kata mager dan mengganti dengan kata lain untuk tetap bergerak dan beraktifitas dan berkreatifitas karena kreatifitas harus terus digali dan virus mager harus diusir dari tubuh kita dengan berbagai antibodi yang mampu menolak berkembangnya virus mager
Teruslah bergerak dan berkarya. Ingat, tidak hanya Youtuber yang punya subscriber, tapi setiap diri kita pasti mempunyai subscriber yang selalu menanti eksistensi kita. Mari kita bersama-sama berjuang melawan MAGER.
#mager
#berjuangmelawanmager
Previous Post
Next Post

An English teacher of SMA Puhua Purwokerto who wants to share every moment in life.

3 komentar: