Jumat, 31 Desember 2021
Rabu, 29 Desember 2021
Tahun Baru, Harapan Baru?
Merayakan pergantian tahun bagi sebagian orang telah menjadi kebahagiaan tersendiri bahkan menjadi malam yang sangat ditunggu entah apapun alasannya. Mereka tentu punya alasan masing-masing kenapa hal ini menjadi istimewa. Mungkin karena momen ini hanya terjadi setahun sekali. Dengan begitu kita tahu bahwa umur bumi dan alam semesta ini bertambah satu tahun dan menjadi semakin tua tentunya.Tetapi apakah hal ini yang menjadikan faktor penting bagi sebagian orang untuk merayakan malam pergantian tahun baru? Bukannya malam pergantian tahun baru itu hanya ditandai dengan beralihnya jarum jam yang berpindah dari jam 23.59 menjadi jam 00.00 di tengah malam dan hal serupa akan terjadi dalam setiap harinya? Tetapi itulah istimewanya kenapa pada tanggal 31 Desember ini menjadi luar biasa dan banyak dinantikan orang.
Mungkin bukan sekedar beralihnya waktu satu detik di tengah malam yang menjadikan malam itu begitu ditunggu. Banyak yang menjadikan momen ini penting karena disitulah waktu yang tepat untuk merefleksikan sesuatu yang pernah dialami selama setahun ke belakang dan merencanakan apa yang akan dilakukan minimalnya setahun mendatang. Kalau hal ini yang dilakukan setiap orang pada malam pergantian tahun tentunya akan terjadi banyak perubahan secara menyeluruh bagi setiap pribadi manusia.
Namun apa yang sering terjadi ketika malam pergantian tahun ini tiba? Banyak diantara kita yang menganggap sebagai momen yang tak boleh terlewatkan begitu saja sehingga menjadi ajang penyambutan berlebihan dengan mempersiapkan berbagai macam perayaan dan mungkin bahkan pesta pora. Memang tidak sedikit pula yang melakukan perenungan dan juga doa sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta karena telah mampu melewati masa satu tahun dengan seggala pencapaian masing-masing.
Berbagai macam acara dilakukan untuk menyambut pergantian waktu yang istimewa ini. Dulu, sebelum pandemi, banyak orang mempersiapkan diri dengan berbagai rencana perayaan tahun baru. Bahkan pemerintah daerah juga menyiapkan sebuah acara perhelatan khusus penyambutan pergantian tahun dengan berbagai kemeriahan yang juga tidak sedikit menghabiskan anggaran untuk menyelenggarakan pertunjukan dan pesta kembang api. Mungkin sudah menjadi sebuah tradisi bagi orang jaman now untuk meluangkan waktu dan membuat acara demi penyambutan tahun baru tersebut.
Sebenarnya apa sih yang mesti kita sikapi dari pergantian tahun baru? Apakah sebaiknya kita berdiam diri di rumah atau di tempat ibadah dengan duduk bertekur berdoa sambil menunggu jarum jam bergeser? Atau hanya melakukan perenungan diri untuk merefleksikan apa yang selama setahun yang telah kita lewati dan merencanakan sebuah perubahan di tahun berikutnya? Atau sama sekali tidak melakukan kegiatan apapun karena memang malam pergantian tahun baru hanya persoalan waktu yang berganti seperti biasa.
Lalu, bagaiamana dengan mereka yang menyambut datangnya tahun baru dengan kegembiraan dan mengadakan berbagai kegiatan perayaan bahkan pesta? Apakah mereka telah melanggar norma atau nilai-nilai sosial di masyarakat? Atau bahkan mungkin sudah menjadi sebuah kepantasan bagi kita untuk turut serta merayakan kehadiran tahun baru tersebut.
Sepertinya tidak ada juga ketentuan, aturan, atau bahkan larangan tertentu yang mengatur bagi setiap orang untuk melakukan kegiatan penyambutan pergantian tahun. Jadi tidak ada salahnya buat yang benar-benar mau merayakan dengan berpesta ataupun yang hanya sekedar melakukan refleksi dan berdoa serta berpengharapan pada malam pergantian tahun. Hal ini tentunya tidak menjadi persoalan selama tidak saling mengganggu dan dijalankan sewajarnya.
Jika kita sadari, momen bergesernya waktu selalu terjadi setiap detik selama bumi ini masih berputar. Bertambahnya usia manusia dan juga alam semesta terjadi juga setiap saat, tidak di malam hari, pagi hari atau siang hari bahkan tidak juga di malam tahun baru. Jadi ketika kegiatan serupa dilakukan di malam yang lain atau malam apa saja tidaklah salah. Merenung, merefleksikan diri, berdoa, atau berharap bahkan berpesta dan mungkin menyalakan kembang api bisa dilakukan kapan saja dan pada momen apa saja yang tentunya sesuai kebutuhan.
Lalu, ketika kita ditanya, apa harapan dan doamu untuk tahun baru nanti? Mungkin kamu akan menjawab, semoga di tahun baru nanti semua akan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya, atau jawaban ini, aku harus melakukan perubahan di tahun baru nanti. Harapan dan doa semacam itu tentunya sangat baik sebagai upaya motivasi dan refleksi diri. Namun mungkin doa dan harapan serupa juga bisa dilakukan kapan saja tidak harus menunggu pergantian tahun.
Sejatinya kita sebagai manusia tentunya tidak bisa berharap banyak terhadap apapun apalagi berharap pada waktu. Waktu memang berjalan tetapi sesungguhnya waktu adalah benda mati yang tidak bisa merubah apapun. Kalau kita pernah bilang perubahan akan terjadi seiring dengan perjalanan waktu, dan sebenarnya waktu itu sendiri tidak pernah merubah apa-apa, kecuali kita sendiri yang mau merubahnya. Ketika kita ada kemauan untuk merubah sesuatu dan kita melakukannya, sesuatu itu pasti akan berubah walaupun mungkin berjalan dengan sangat lambat tergantung dari upaya kita dalam melakukan perubahan. Dan ketika kita sudah melakukan banyak upaya untuk melakukan perubahan berharaplah hanya pada Tuhan yang Maha Menentukan segalanya.
#Edisirefleksimenjelangtahunbaru, #Oldandnew
Kamis, 23 Desember 2021
Mengapa 'Happy Ending'?
Teringat masa kecil dulu, saat masih bersama orang tua dan tinggal di desa, tidak setiap saat bisa makan enak seperti anak-anak jaman sekarang. Untuk bisa makan nasi dengan telur saja sudah luar biasa walaupun orang tuaku memelihara ayam dan bertelur cukup banyak. Bukannya pelit atau atau tidak sayang anak, mereka hanya berfikir cerdas untuk mengantisipasi kekurangan bahan makanan dalam jumlah banyak. Orang tuaku lebih memilih menukar telur dengan jenis bahan makanan lain yang nilai gisinya lebih rendah tetapi berjumlah lebih banyak, itulah alasannya. Sehingga ketika suatu hari bisa makan enak seperti nasi dan telur, momen ini menjadi sebuah peristiwa langka dan istimewa hingga cara memakannya pun cukup unik. Di awal kita makan dengan lauk lain terlebih dahulu baru makan telur menjelang detik-detik akhir. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kepuasan maksimal dan seolah merayakan kenikmatan makan telur. Seandainya saja dulu tahu istilah happy ending, mungkin dulu aku akan menamakan perayaan 'happy ending'.
Bicara happy ending, mana yang lebih kamu sukai ketika menonton film, baca novel, menonton sinetron atau drama Korea, happy ending, sad ending, atau cliffhanger ending? Oh, iya mungkin ada yang belum tahu istilah cliffhanger ending. Cliffhanger ending adalah cerita yang menggantung di akhirnya, bahagia tidak, sedih tidak, atau cerita yang tidak jelas endingnya. Ketika aku tanya sebagian besar orang, kebanyakan memilih happy ending dibandingkan sad ending ataupun cliffhanger ending. Walaupun kadang cerita dengan akhir bahagia itu juga terasa membosankan tetapi itulah faktanya, banyak diantara kita yang memilih happy ending dalam menonton sebuah film atau drama.
Sama halnya seperti kehidupan ini bahwa setiap kehidupan layaknya sebuah cerita drama yang layaknya memiliki kisah yang dimulai dengan penderitaan yang penuh luka dan nestapa dan berakhir dengan bahagia. Namun ada kalanya memiliki cerita yang dari awal hingga akhir terus menderita. Atau juga ada yang berawal bahagia dan berakhir nestapa, atau pun ada juga yang cerita yang tidak memiliki kejelasan di akhirnya.
Sebuah perjalanan hidup seseorang yang diawali dengan penuh perjuangan dan kerja keras diharapkan mampu memiliki kebahagiaan di masa tuanya. Katakanlah seorang anak yang terbiasa hidup sederhana dan penuh tantangan serta banyak mengalami rintangan akan mengambil sikap untuk mempertahankan hidup untuk mencapai kesuksesan di akhir untuk mendapatkan kebahagiaan sempurna di akhir kisah hidupnya.
Begitupula hampir setiap orang tua akan merasa puas dan bahagia ketika di masa tuanya melihat anak-anaknya sukses dan hidup bahagia. Tentunya, mereka akan merasakan puncak kebahagiaan yang sempurna pula.
Memang sebgian orang akan menganggap bahwa ukuran kebahagiaan adalah kesuksesan. Jadi ketika sukses itu diraih sejak masa muda, artinya seseorang akan selalu merasa bahagia. Namun, ukuran sukes dan bahagia itu sendiri bagi setiap orang tidaklah sama. Ada yang mengukur sukses dari karirnya, dari kekayaannya, dari jabatannya, dari popularitasnya, atau sukses setelah melihat anak-anaknya sukses sehingga disitulah kebahagiaan tercapai.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang baru mencapai sukses ketika berada di akhir saja dan setelah melewati masa-masa sulitnya yang panjang? Apakah mereka tidak mendapatkan kebahagiaan sejak masa-masa perjuangannya? Tentu tidak, karena bagi sebagian orang akan memilih untuk berbahagia setiap saat. Orang-orang ini tentunya bukan tipe orang yang suka menonton cerita happy ending, atau cara makan happy ending sewaktu aku kecil dulu, tetapi mungkin juga tidak. Karena kebahagiaan bagi orang-orang ini bisa didapatkan kapan saja. Tetapi hal ini tidak bisa disamakan dengan menonton film tadi. Tidaklah seru ketika menonton film dari awal hingga akhir penuh dengan kebahagiaan karena tidak memiliki ending yang seru dan cara menikmati hidup tentunya tidak sama dengan cara menikmati cara makan dan nonton film tadi.
Jika memungkinkan, yang bisa kita lakukan adalah bagaimana caranya untuk menciptakan kebahagiaan setiap saat dalam keadaan apapun. Wah, hal ini nampaknya mudah saja diucapkan tetapi sulit untuk dipraktekan. Tetapi tidak ada salahnya kita mencoba untuk menciptakan bahagia kapan saja tidak seperti saat kita menonton drama. Atau kita akan selalu menikmati setiap lekuk liku problematika hidup dengan senyum bahagia dan menganggap itu semua sebagai tantangan yang akan berakhir bahagia. Atau mungkin juga bahagia itu akan selalu tercipta ketika kita mampu bersyukur dengan apapun yang kita miliki.
#selaluinginmecobabahagiakapansaja
Rabu, 22 Desember 2021
Berjibaku Memadamkan Api
Senin, 20 Desember 2021
Hujan Dulu dan Sekarang
Ketika kecil dulu, hujan adalah momen yang sering ditunggu-tunggu oleh anak-anak seusiaku. Berbasah-basahan sambil main perang-perangan di derasnya hujan menjadi kebahagiaan tersendiri. Kami berlarian dan berkejaran dijalan licin yang waktu itu memang tak beraspal, lempar-lemparan tanah liat bak granat yang siap menembus dada lawan dalam perang. Menebas dan menusuk lawan dengan pedang dari pelepah pisang bagaikan adegan film laga Antonio Banderas melawan musuhnya, atau Jet Lee yang tangguh dengan jurus kungfunya, sambil mengusap peluh yanag memenuhi wajah karena air hujan. Masa-masa ini benar-benar indah dan tak terlupakan.
Kini, ketika aku punya anak sendiri, begitu takutnya melihat hujan terlebih ketika anakku harus menyentuh air hujan. Begitu awan hitam sudah bergelayut di langit sana, aku sudah teriak-teriak mengingatkan mereka untuk segera mencari perlindungan, masuk ke dalam rumah dan mengeluarkan banyak dalih seperti masuk angin, bahaya ada petir, dan semacamnya. Beberapa kata ancaman ataupun cara untuk menyelamatkan si buah hati dari bahayanya air hujan yang turun dari langit. Seolah aku lupa bahwa dulu aku tidak pernah mendapatkan larangan ataupun peringatan bahaya dari ayah ibuku saat bermain dalam hujan. Mereka membiarkanku mengekspresikan kegembiraan di dalam hujan. Mungkin mereka terkesan tidak peduli atau tidak menyayangi, tapi itulah yang mereka bisa lakaukan bahwa alam adalah sahabat mereka termasuk anak anak. Mungkin mereka hanya berfikir sederhana saja, bagaimana mereka bisa melanjutkan jejak karir mereka sebagai petani kalau anak-anakanya takut sama hujan? Bukankah hujan itu sahabat para petani yang selalu ditunggu untuk menumbuhkan batang-batang padinya?
Orang tua jaman sekarang banyak yang terlalu khawatir dengan anak-anaknya, banyak mengekang dan melarang anak untuk melakukan ini dan itu. Kembali ke hujan, apa salahnya kalau kami sekarang membiarkan anak-anak kami bermain di dalam hujan, selama tidak ada banyak petir bergemuruh dan menyambar, bukankah air hujan aman jika mengenai tubuh kita? Atau mungkin kandungan air hujan di jaman now berbeda dengan kandungan air hujan di jaman dulu? Atau rasa khawatir kami yang berlebihan saja? Tetapi, aku kan juga bukan petani seperti bapakku dulu, yang menginginkan anak-anakku mengikuti jejakku jadi petani. Jadi aku ga salah-salah amat melarang anakku bermain hujan-hujanan. Tetapi juga, bapakku tidak salah-salah amat kalau ternyata anaknya yang diharapkan untuk melanjutkan jejak karirnya menjadi petani ternyata tidak juga mengikuti jejak karirnya karena telah menentukan pilihannya sendiri untuk berkarir dan bapakku pun tidak melarangnya.
Kalau bisa disimpulkan, aku merasa lebih beruntung dibandingkan anak-anakku. Dulu aku sempat bermain di dalam hujan walaupun tidak bisa melanjutkan karir bapakku menjadi petani, sementara anak-anakku tidak memiliki kesempatan untuk bermain dalam hujan dan mungkin juga aku akan melarang mereka ketika mereka ingin berkarir jadi petani seperti bapakku. Susah juga ya jadi anak sekarang.
#warninguntukparentsjamannow